Pada Akhirnya, Semua Terjadi Begitu Cepat

Ketika raga ini tersandar di antara kerumunan orang-orang dengan kesibukan mereka masing-masing, aku hanya merunduk dan pikiranku tertuju pada sebuah masa yang pernah aku lalui.

Aku sangat mengingatnya..
Saat pertama kali aku harus berangkat sekolah sendiri, dimana anak-anak lain masih di antar-jemput bahkan di tunggu orang tua mereka di depan TK hingga jam sekolah usai.
Aku mengingat betul, saat dimana kami pergi bersama untuk siaran radio anak-anak dalam satu sekolah. Dan apa yang kami rasakan adalah kebahagiaan karena menurut kami itu bukanlah hal yang biasa.
Aku masih mengingatnya, ketika aku terlambat sekolah hanya karena ibuku lupa membangunkanku. Dan aku hanya bisa menangis karena kesibukan beliau mengurus ketiga adikku saat itu, hingga lupa akan diriku.
Lagi-lagi aku masih ingat, saat aku ingin di antar sekolah untuk sehari itu saja oleh ibundaku. Namun apa yang ibu katakan, "ibu tidak bisa mengantarmu" sebuah alasan karena adikku masih terlalu kecil untuk di tinggal sendirian. Sedangkan ayah selalu pergi bekerja dari siang hingga malam. Dan pulang sebentar, lalu kembali lagi ke pabrik untuk bekerja. 
Pada akhirnya, ibu mengantarkanku sampai di perempatan gang. Sedangkan aku hanya bisa menerima dan berlalu sambil melambaikan tangan padanya. Jika aku mengingat kejadian ini, aku selalu berharap bahwa ibu akan selalu ada hingga tiba waktunya untuk aku dapat hidup mandiri dan mampu menjadi pengganti ibu untuk adik-adikku kelak. Namun aku tak pernah tahu apa terjadi pada kami nantinya. Seperti lambaian tangan dan raga yang masih berdiri hingga bayangku tak lagi ada di sana. Aku yakin, hal sekecil itu sempat ia lakukan karena beliau mencintaiku di tengah kesibukannya. 
Sebelum hal itu terjadi, aku juga masih mengingat sebuah hal yang mengharuskan diriku untuk tinggal bersama kakek dan nenek karena mereka menganggap orang tuaku akan sibuk mengurus kami semua. Ya, kejadian inilah yang memisahkan aku dengan seorang kakak yang sangat aku cintai. Sungguh, apakah akan aku lanjutkan kisah ini hingga aku dapat merasakan apa yang ia rasakan saat itu? Sepertinya hanya akan membuat air mata ini tak henti untuk meleleh jika mengingatnya.
Saat itu, sebuah keputusan nyaris membawa kita pada hal yang membuat kami tidak dapat lagi bermain bersama. Namun kenapa saat itu aku tidak bersedia untuk tetap tinggal bersama kakak? Aku hanya bisa menyesalinya sekarang..
Jarak tinggal kami memang tidak terlalu jauh. Namun bagi anak kecil seperti kami, jarak itu terlalu jauh untuk sekedar menawar rindu. Hingga aku harus menerima kenyataan bahwa kakak siap untuk "di adopsi" kakek dan nenek. Sedang aku tidak sanggup untuk berpisah dengan ayah dan ibu, dan memutuskan untuk tetap tinggal.
Hampir setiap hari, aku hanya bermain sendiri, bebicara sendiri, seolah-olah ada kakak di sampingku. Aku tak lagi bisa bermain seperti biasanya. Bermain kelereng, menangkap belut di sawah, mencari buah talok, menjelajah kebun hanya untuk menangkap ulat putih menjijikkan di balik daun pisang, dan membuat tembak-tembakan dari bambu. Lalu mencari belimbing dan timun kecil di rumah kosong seusai pulang sekolah. Bahkan bermain petak umpet yang membuat kami lupa mandi hingga adzan magrib berkumandang. Dan masih banyak lagi hari-hari istimewa itu. Meskipun, tak luput dari omelan ayah dan ibu.

Kira-kira usia 7 tahun, kakak mulai berpisah denganku. Walaupun setelah aku lulus dari TK dan melanjutkan sekolah yang sama dengan kakak, namun tetap saja kami saling sungkan. Bahkan aku tak mengerti apa yang membuatnya berubah sikap terhadapku. Walaupun aku tahu, tak semudah itu melupakan kejadian-kejadian masa kecil bersama yang telah kami lalui. Kakak merindukan aku, dan aku juga sangat merindukannya.
***
Aku masih ingat, masa kecil yang membuatku selalu asyik bermain dengan teman-teman saat istirahat maupun pulang sekolah.
Aku juga masih mengingat, ketika diriku sangat bersemangat berlatih mengayuh sepeda, hingga tak mempedulikan lagi turunnya hujan.
Aku ingat betul, ketika aku sangat kesulitan membuat puisi tentang bunga matahari, yang saat ini cukup mudah untuk aku lakukan. Serta cerita-cerita yang dahulu sempat aku tulis hingga mendapat penghargaan dari wali kelas. 
Aku masih ingat, ketika seorang teman satu kelas jarang masuk sekolah karena sakit, lalu pada suatu pagi aku mendengar kabar bahwa dirinya telah menghembuskan nafas terakhirnya saat itu. Hal yang membuktikan bahwa umur tak lagi di pandang ketika kematian itu datang.
Masih banyak lagi yang bisa di curahkan. Namun tidak mungkin jika semuanya akan aku rangkum di sini. Mungkin ada bab-bab yang akan aku ceritakan dalam sebuah buku nantinya. Insya Allah..
***
Ketika tak lama diri ini menginjakkan kaki di sebuah bank, untuk mengantarkan saudaraku membayar uang ujian demi menempati sebuah kursi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hal ini membuatku kembali menggeledah ruang pikiranku setahun yang lalu ketika aku hendak mendaftar berbagai PTN yang aku dambakan. Namun, apa boleh buat jika takdir Allah berkata lain. Semula jurusan yang kita dambakan harus hilang dari kenyataan dan menghadapi kenyataan yang sesungguhnya belum terlintas di pikiran. Tidakkah terbayang bukan?
Pada intinya, Allah telah memberikan sesuatu yang mungkin menurut kita baik tapi tidak bagi Allah. Begitu pula, apa yang menurut kita buruk, belum tentu itulah yang harus kita hindari, padahal sesuatu yang menurut kita buruk bisa jadi baik untuk kita. Oleh karena itu, tak ada salahnya jika kita melakukan kata-kata yang tak asing lagi di telinga, "berusaha sambil berdoa semaksimal mungkin. Setelah itu berikhtiar kepada-Nya dengan apa yang telah kita kerjakan." Memang sepele, tapi sulit untuk menerima kenyataan bukan? Karena masih ada yang mesti kita lakukan. Yaitu bersyukur dan sabar dalam menghadapi keputusan yang kita terima. Sekalipun itu yang teramat pahit untuk kita jalani.
***
Masa-masa kecil yang terjadi bukan lagi menjadi kebiasaan yang masih kita lakukan sekarang. Cerita-cerita itu pasti mampu membuat kita tertawa, heran, menangis, dan bahkan malu untuk sekedar diingat. Ya, memang setiap manusia pasti punya keunikan hidup dalam kehidupanya masing-masing. Terkadang jika dipikirkan, hidup ini seolah berubah 180 derajat dari apa yang dahulu terjadi.
Orang baik bisa menjadi buruk. Orang buruk perlahan menjadi baik. Teman yang dahulu sama sekali tak sedekat teman kita yang lain, sekarang menjadi sedekat sahabat bagi kita. Orang yang kita cap bahwa ia akan menjadi orang sukses karena kepandaiaannya, ternyata ia salah arah dan terjerumus pada kegelapan masa depan akibat kesalahannya sendiri. Kemudian sering juga kita membayangkan sesuatu yang dulu pernah kita lakukan. Padahal semua itu tidak ada manfaatnya sama sekali. Seperti halnya kita melakukan keburukan, padahal pada hakikatnya kita paham kalau yang kita lakukan itu adalah hal-hal yang menyimpang. Aneh bukan? Ya, termasuk diri kita sendiri. O ya, terkadang kita juga bertanya-tanya mengapa orang-orang tertentu melakukan hal yang luar biasa sebagai kebutuhan? Lalu pada akhir perjuangannya, mereka banyak menuai keberhasilan?
Sungguh, rahasia Allah ada untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlintas di benak kita. 
Allah berfirman:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَن لَّمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا سَاعَةً مِّنَ ٱلنَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ ۚ قَدْ خَسِرَ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِلِقَآءِ ٱللَّهِ وَمَا كَانُوا۟ مُهْتَدِينَ ﴿٤٥}
"Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk"
(Q.S. Yunus: 45)

Saat ini kita adalah pemenang bagi kehidupan kita sendiri. Kita masih berada pada alur yang sekiranya mampu membawa kita untuk memperbaiki kesalahan yang pernah terjadi pada diri ini. Ingat, ketika hembusan nafas ini masih kita rasakan, berarti kita juga masih diberikan kesempatan untuk menebar kebaikan bagi orang lain. Maka yang yang perlu ditanamkan pada diri kita adalah, jangan hanya berharap untuk menjadi yang terbaik diantara mereka. Tetapi lakukan yang terbaik dan membawa manfaat untuk orang lain.

Ruang saat ini membawa kita pada tempat yang sekarang kita singgahi. Raga ini memang berada di sini. Namun jiwa dan pikiran kita terkadang harus pulang untuk sesekali mengingat siapa diri ini. Tapi, perlahan semuanya telah berubah. Semua terjadi begitu cepat..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal