Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Malam

                “Yang hilang di dasar jiwaku.. terhempas jauh ke sudut kota.. kenangkanlah jua yang celaka.. orang usiran kota raya..,” [1]                 Senandung puisi masih saja menyibukkan bibir gadis Jawa. Seorang pemahat seperti ayahnya, memahat (kata). Sebab jika kayu yang dipahatnya, bisa jadi kini ia tak banyak singgah di panggung-panggung untuk sekedar membacakan buah pena miliknya.

Hah!

Tadi aku menemukan short video yang mengambil nukilan dari buku Simfoni Hujan, yang berbunyi demikian; “Aku layaknya tanah. Sementara ingatan tentangmu serupa hujan. Kadang ia datang dengan derasnya, lalu berhenti. Dan aku sudah terlanjur basah kuyup kedinginan.” Kata-kata itu mengingatkanku perihal kenangan. Tentu menyangkut masa lalu. Entah sedetik, semenit, sejam, atau bahkan puluhan tahun yang lalu. Segalanya pernah terjadi begitu aku memalingkan wajahku ke depan, ia hilang dan hanya akan membekas dalam ingatan.

Sisa-Sisa Cerita

Mei yang melelahkan. Maka jangan kaget jika akan kau temukan banyak kata-kata yang memuakkan di sini. Intinya aku ingin menulis dengan bebas. Sebab sama dengan bulan Mei yang telah menghadirkan Ibuku di dunia ini, aku ingin mengakhiri Mei dengan kebahagiaan. Aku bingung hendak cerita apa. Tak sebingung ketika aku cerita dengan diriku sendiri perihal sesuatu yang tak pernah kau tahu. Terlebih, pikiranku bercabang saat menuliskan ini. Makanya, aku ceritakan saja kisah Mei ketika berkunjung ke ibu kota. Berkenan ya? Baiklah!