Selalu ada Seseorang di Balik Sebuah Kesuksesan

"Genggaman tangannya begitu erat. Menguatkan hatiku untuk tetap bertahan pada sebuah perjuangan."
—aku dan dia

Aku akan kembali menyuarakan puisi setelah beberapa tahun lamanya diri ini vakum dari dunia literasi. Dimana hanya ada keberanian untuk tampil di hadapan juri, tanpa mempedulikan siapa yang akan menjadi lawan terberatku saat itu. Hanya membutuhkan latihan untuk membiasakan diri bersuara lantang. Hingga pada akhirnya, waktu yang di tunggu-tunggu itu datang.

Sejak aku membuka mata pagi itu, pikiranku mengingatkanku pada suatu hal yang membuatku ragu untuk melangkah. Padahal hari ini adalah waktu dimana aku akan bersyair di hadapan para juri. Numun kesiapanku belum cukup matang untuk benar-benar berani memproklamirkan diri. Lalu ku ucapkan sebuah kata pada diriku, "bila aku belum sanggup untuk siap tampil, aku tidak akan ikut perlombaan itu. Tetapi jika betul aku telah siap, aku akan datang dengan membawa keyakinan untuk menang." 

Sempat aku bercerita dengan Mirza, teman sekontrakan yang sudah ku anggap dia seperti saudaraku sendiri. Aku menyampaikan kata-kata yang keluar dari benakku untuk seolah mundur sebelum berperang. Tetapi apa yang ia katakan? Sungguh, dia terus memotivasi aku dengan cara yang membuatku perlahan ingin menghancurkan kebimbanganku tentang keputusasaan yang sempat terlintas dipikiranku. Namun, tetap saja aku berpikir bahwa tak ada waktu lagi untuk kembali berlatih menjadi lebih baik saat sebelumnya aku latihan kemarin sore dengannya. Bahkan aku berpikir, jika aku harus tampil tanpa persiapan lagi, maka aku akan tampil seadanya. Dan itu yang selalu membuatku tidak mantap dalam menjalankan sesuatu.

Saat-saat itu..
Waktu di mana kita berdua kembali menyapa alam di hamparan sawah yang membentang. 
Semburat sinar mentari dengan eloknya bagaikan luapan kata-kata yang sempat di ucapkan olehnya.
Serta ruang dan waktu yang seakan memberikan celah untuk kita sekedar singgah. Mengkwalitaskan diri dengan harapan-harapan yang tak akan pernah musnah.

Akhirnya, langkah kami sampai pada tempat orang-orang bertani. Membacakan puisi tanpa lelah sambil berusaha keras menjadi yang terbaik dalam kompetisi yang akan aku ikuti. Di tambah lagi semangat yang terus berkecamuk, membayar waktu kuliah Bahasa Arab yang sempat aku tinggalkan saat itu. Oh, demi waktu.. Aku tidak akan mensia-siakannya. Pertaruhanku bukan hanya berhenti karena sebuah ambisi untuk menang. Bukan hanya keinginanku untuk di puji orang. Melainkan waktu belajar yang telah ku rebut paksa untuk mengejar mimpiku yang lain. Pada prinsipnya, aku akan tetap berkarya walaupun terkadang, sebagian harus ku tinggalkan untuk sementara waktu. Ini semua kulakukan semata-mata untuk mengeluarkanku dari ketakutan berbicara di depan publik. Sampai saat ini, aku masih membiasakan diri untuk itu. Karena aku harus melatih mental untuk mengalahkan diriku sendiri. Ya, aku harus melakukannya..

Berbicara tentang waktu saat itu dan waktu ketika aku akan tampil membacakan puisi, selalu kuingat sosok teman, saudara, yang sempat bahkan selalu ada untuk sekedar menemani diri ini saat aku berkoar-koar dalam gejolak aksara. Dia yang menyambut tanganku ketika aku benar-benar terjatuh dan butuh seseorang untuk menarikku berdiri kembali. Dia salah satu penggerak hatiku untuk kembali kepada perjuangan yang harus diperjuangkan. Sehingga saat itu aku benar-benar yakin akan membacakan puisi dihadapan orang-orang. Namun sayang, dia hanya mengantarkanku pada persiapan untuk tampil maksimal di panggung. Dia, tidak dapat menyaksikanku saat itu. Tetapi walaupun waktu tidak mampu menghadirkan dirinya untuk kembali mengantarkan langkahku, namun dirinya seolah hadir di dalam hatiku tentang pesan yang sempat ia bisikkan. Dia, selalu ada untukku.. 

"Allah memberikan kita banyak hikmah tentang makna kehidupan. Termasuk mengingatkan kita bahwa manusia selalu memiliki kekurangan dalam hidupnya. Bahkan apapun yang kita miliki sekarang ini tak lain berkat campur tangan dan kerja keras orang lain yang mungkin sebagian orang tidak menyadarinya."

Seperti yang pernah terucap dari bibir Mirza, "janganlah kamu menyerah sebelum kamu melakukannya. Apalagi, kamu telah terlanjur mendaftar untuk itu (lomba)". Hal ini dapat ditarik benang merah, bahwasannya tidak ada salahnya kita berjuang semampu yang kita bisa. Karena menyerah sebelum berperang berarti kalah total. Sedangkan kalah dalam kompetisi adalah sesuatu yang wajar. Paling tidak kita mampu mengalahkan keputusasaan dan mental ketakutan yang ada pada diri kita sendiri. Seperti halnya sebuah kehidupan. Kita telah ditakdirkan untuk terlahir di dunia ini dengan bekal kemampuan yang ada pada diri masing-masing individu. Sehingga, tak ada salahnya untuk mencoba melakukan kebaikan dan mendorong orang lain untuk melakukan kebaikan itu pula. Bukankah Allah telah berkata bahwa, "setelah kesulitan, pasti ada kemudahan." Maka jangan pernah menyerah setelah sekali-duakali kita melakukan sesuatu dan gagal. Lebih baik gagal, gagal, dan gagal lalu mendapatkan pengalaman, daripada tidak mencoba sama sekali dan miskin tentang pengetahuan tentang makna sebuah kehidupan.  

Alhasil, atas dukungan dan motivasi yang tersampaikan dalam jiwaku, aku berhasil mendapatkan posisi diantara juara pertama dan ketiga. Dan aku berjanji, setelah kompetisi ini aku tidak akan berhenti untuk menyuarakan puisi untuk kesekian kalinya. Karena aku mencintai aktivitas ini. 
Atas izin Allah, keberhasilanku tidak lepas dari seseorang yang memotivasiku di belakang. Mirza..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal