Jutaan Hikmah di Balik Larangan-Larangan dalam Islam



[Book Review]
Jutaan Hikmah di Balik Larangan-Larangan dalam Islam

Oleh: Muthi’ah



Judul          : Jutaan Hikmah di Balik Larangan-Larangan dalam Islam
Penulis       : Agus Susanto
Penerbit      : Safirah
Cetakan      : November 2012
Tebal           : 209 halaman


            Islam adalah agama sempurna dan diridhoi oleh Allah Swt karena sesuai dengan fitrah manusia. Ajaran-ajaran dalam Islam merupakan tuntunan yang ditujukan untuk kebaikan manusia. Semua ibadah dan sunnah-sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw bisa memberikan manfaat dan kebaikan kepada umat manusia, baik dari segi jasmani maupun ruhani. Sebaliknya, semua yang dilarang dan diharamkan oleh Islam juga merupakan perbuatan yang berdampak buruk bagi manusia. Oleh karena itu, setiap muslim harus benar-benar meyakini dan menjalankan ajaran-ajaran Rasulullah Saw dengan ikhlas dan sepenuh hati (hal. 5).
            Dalam kehidupan manusia, Allah telah memberikan akal pikiran dan hati yang selayaknya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Sehingga dengan adanya ketentuan dan hukum itulah diharapkan akan mampu menjadikan manusia untuk dapat memilih dan memilah manakah yang semestinya ia lakukan terhadap ketentuan-ketentuan Allah. Karena Dia telah menunjukkan nama saja yang halal dan yang haram untuk kehidupan manusia.
            Segala yang dihalalkan oleh Allah pasti memiliki kemanfaatan untuk hamba-hambanya. Begitu pula larangan-larangannya pasti juga akan mendatangkan keburukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka seharusnya manusia mampu memahami makna dari hikmah yang terkandung dari penghalalan dan pengharaman tersebut untuk dapat mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.
            Pada prinsipnya, Islam menghalalkan atau memerintahkan yang baik-baik dan mengharamkan atau melarang hal-hal yang buruk. Jika manusia mengerjakan segala yang diperintahkan oleh Allah Swt., maka ia akan memperoleh kemanfaatan atau kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, jika mausia melanggar aturan-aturannya-Nya, maka hal itu bisa berdampak buruk bagi kehidupannya, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya (hal. 16).
            Sebagaimana salah satu hikmah dari penerapan makan dan minum sambil duduk, ternyata dapat diambil makna yang cukup mendalam terhadap kaitannya dengan kesehatan manusia.
            Konteks kecil ini jika dianggap sepintas memang seolah hal yang sepele. Namun dampak yang ditimbulkan dari penyimpangan inilah yang akhirnya menjadikan timbulnya sesuatu yang buruk bagi kehidupan manusia. Maka dari hal kecil inilah, kita juga dapat mengambil makna bahwa Islam mengatur seluruh kehidupan manusia secara menyeluruh sebagai rahmatan lil alaamiin. Oleh karena itu, dalam hal makan dan minum pun, sebaiknya menggunakan porsi yang tepat sehingga tidak berlebih tidak pula berkurang.
            Selain berlebihan dalam makan, bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak mendatangkan kemanfaatan bagi pelakunya, maka makan sambil berdiri pun juga tidak diperkenankan di dalam Islam. Namun ketika ditelaah kandungan dari cara makan Rasulullah, maka akan dapat kita ambil hikmah bahwasannya makan sambil berdiri yang bertolak dari teladan nabi ternyata memiliki sisi negatif yang akan berdampak pada kesehatan manusia yang buruk di bagian pencernaannya.
            Dibuktikannya hal ini dalam sebuah penelitian dengan hasil bahwa realitanya memang dibenarkan adanya larangan-larangan tersebut sebenarnya merujuk kepada manusia sebagai hukum serta petunjuk dalam melakoni kehidupan yang sesuai dengan apa yang dituntunkan dalam agama Islam. Bahwasannya telah jelaslah firman Allah dan sabda Rasulullah atas segala yang datang dari Islam itu membawa dampak kebaikan untuk hambanya yang secara tulus melaksanakannya.
            Menurut Michael Russell, berlebihan dalam makan juga bisa menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kesehatan. Beberapa penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak dari makan secara berlebihan ialah hipertensi atau tekanan darah tinggi, kelainan-kelainan jantung, kolesterol tinggi, diabetes, radang sendi, penyakit pegal pada pinggang, embolism (penyumbatan pembuluh darah), pemekaran pembuluh darah, dan hernia. Bahkan berlebihan dalam makan dapat menyebabkan toksemia atau preeclampsia selama kehamilan yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya (hal. 37).
            Hal ini diperkuat lagi dengan pernyataan Imam Al-Ghazali yang pernah mengatakan bahwa makanan yang berlebihan dapat menyebabkan ketumpulan berpikir. Realita inilah yang sering kita jumpai dalam kehidupan manusia yang kurang maksimal dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan makan berlebih yang berujung pada rasa malas dan mengantuk.
            Menurut referensi yang beredar secara lisan, menyimpulkan bahwa perbandingan orang Indoesia dengan orang Jepang dalam beraktifitas sangatlah berbeda segi keuletannya. Bahkan Jepang jauh lebih dulu menjadi negara maju dikarenakan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup berkualitas dibandingkan dengan masyarakat Indonesia pada umumya.
            Realitanya, faktor dasar dari pernyataan ini adalah dalam hal makan. Manusia Indonesia ‘dianggap’ lebih banyak makan daripada bekerja. Sedangkan berbanding terbalik dengan manusia Jepang yang lebih mengedepankan kerja kerasnya dibandingkan makan. Terbukti, masyarakat Jepang terbiasa melakukan kegiatan makan setelah mereka telah selesai melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan orang Indonesia lebih dahulu mengutamakan makan daripada bekerja. Sehingga kesimpulan daripada pernyataan itu, bahwa pola makan dan seluk-beluknya terkait perihal makan ini ternyata membawa dampak bagi hidup dan kehidupan manusia. Belum lagi terkait dengan penghalalan dan pengharaman terhadap jenis-jenis makanan yang baik untuk dikonsumsi oleh manusia.
            Dalam suatu riwayat tentang makan , Rasulullah bersabda, “Tidak ada tempat yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan saja, asal dapat menegakkan tulang rusuknya. Tetapi , apabila ia terpaksa melakukannya, maka hendaklah sepertiga (dari perutnya) diisi dengan makanan, sepertiga dengan minuman, dan sepertiga lagi dengan napasnya (udara).” HR. Ahmad dan Tirmidzi.
            Dari sini, telah jelaslah bahwa hikmah dari larangan Allah terkait makan dan minum ternyata membawa kebaikan pula untuk manusia. Hal ini menunjukkan kecintaan Allah terhadap makhluknya dengan memberikan petunjuk cara hidup yang baik menurut Islam. Hanya keputusan manusialah yang berhak mengambil jalan ke kiri ataupun ke kanan dalam menanggapi hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Sehingga logika berpikir manusia juga dapat difungsikan dalam melihat kebenaran-kebanaran Allah sesuai dalam firman dan janji-janji-Nya.
            Kembali pada pelansiran Agus Susanto dalam memaparkan pernyataannya di bagian pendahuluan, bahwa pada waktu turunnya perintah tentang larangan-larangan dalam Islam, ilmu pengetahuan belum berkembang pesat seperti sekarang. Itulah sebabnya, umat Islam saat itu hanya dapat menjalankan perintah tersebut dengan prinsip sami’na wa atha’na, dan penuh keimanan. Namun, masyarakat saat ini, yang terbiasa dengan pemikiran ilmiah, banyak yang mengabaikan larangan-larangan dalam Islam jika tidak disertai dengan bukti-bukti ilmiah terhadap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya.
            Sedangkan penelusuran yang terjun untuk membuktikan keautentikan suatu hukum dan larangan-larangan inilah pada akhirnya terbukti atas izin Allah. Kebaikan yang turun bersamaan dengan turunnya larangan tersebut berjalan beriringan dengan hikmah yang terkandung di dalamnya. Penelitian para ahli terbukti menjawab tantangan dari para penentang Islam yang menyanggah adanya pelarangan tersebut. Namun secara ilmiah terbukti sebagai pembuktian dari berbagai macam pernyataan terkait penolakan terhadap larangan-larangan dalam Islam.
            Cukup bukti dan realitas yang mengungkapkan satu per satu kebenaran isi kandungan Al-Quran dan hadis serta teladan Rasulullah menjawab berbagai isu-isu tersebut, kini saatnya manusia paham dan percaya bahwa apa yang diturunkan Allah terhadap hambanya akan membawa kebaikan pula bagi mereka. Hanya saja manusia yang terpilih sajalah yang mampu melihat suatu kebenaran untuk diaplikasikan di dalam kehidupannya. Maka tatkala Allah menurunkan larangan-larangan berupa apapun, sebaiknya mampu menjadikan larangan tersebuk sebagai penerapan di dalam hidup dan kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan, keamanan, serta kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
            Secara keseluruhan, buku Jutaan Hikmah di Balik Larangan-Larangan dalam Islam ini memaparkan berbagai kronologisnya terkait sepenggal hidup keseharian manusia yang ternyata belum kita ketahui manfaat dibaliknya. Yang kemudian dapat saya ambil kesimpulan mendasar tentang hikmah larangan-larangan tersebut yang meliputi berbagai hal.
            Pertama, hikmah yang terkandung dalam larangan dalam Islam pasti membawa kebaikan bagi umat Islam pada khususnya. Karena secara ilmiah mampu dibuktikan kebenarannya. Namun jika pun belum mampu dibuktikan, Allah sebagai pencipta pasti memiliki maksud baik terhadap manusia sebagai makhluk yang istimewa dihadapan Tuhannya. Sehingga kita dapat berusaha meninggalkan larangan-larangannya dengan melihat secara positif thinking atau husnudzon terhadap Allah atas larangan-larangan tersebut.
            Kedua, sekecil-kecil lingkup kehidupan manusia pasti memiliki aturan dan cara hidup yang seharusnya diterapkan umat Islam dalam menanggapi permasalahan dan persoalan yang timbul pada kehidupan manusia. Karena hal ini juga telah diatur di dalam Islam, serta memiliki dasar yang kuat sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Sehingga manusia hanya dapat bermodalkan ketaatan dengan perintah-perintah dan aturan yang ada di dalam Islam.
            Ketiga, sebagai bukti pembenaran bahwa Islam datang dengan membawa rahmat bagi seluruh alam. Sebagaimana larangan dalam Islam yang memiliki kemanfaatan yang banyak terhadap kehidupan manusia, dengan bukti yang dapat ditanggungjawabkan kebenarannya.
            Pada prinsipnya, Islam menghalalkan atau memerintahkan yang baik-baik dan mengharamkan atau melarang hal-hal yang buruk. Jika manusia mengerjakan segala yang diperintahkan oleh Allah Swt, maka ia akan memperoleh kemanfaatan atau kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, jika manusia melanggar aturan-aturan-Nya,maka hal itu bisa berdampak buruk bagi kehidupannya, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Padahal, setiap perbuatan yang melanggar aturan Allaah Swt dan rasul-Nya dikategorikan sebagai perbuatan dosa. Dalam kehidupannya, manusia mempunyai dua kecenderungan, yaitu menaati dan melanggar aturan-aturan Allah Swt. Semakin banyak perbuatan dosa yang dilakukan, semakin besar pula dampak yang ditimbulkan.
            Meski demikian, kita masih beruntung. Sebab, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak hal-hal yang diharamkan dan dilarang dalam Islam, mampu dibuktikan secara ilmiah, sehingga hal  tersebut dapat memperkuat keimanan dan ketakwaan umat Islam.
            Setelah kita mengetahui larangan-larangan dalam Islam, tentunya sebisa mungkin kita mampu menghindari segala yang dilarang Allah serta melaksanakan dengan tulus ikhlas apa-apa yang diperintahkan oleh Allah. Hal ini sebagai bukti ketakwaan manusia dalam menjalankan syariat  Islam sesuai yang diamanahkan kepadanya, serta mampu memperkuat keyakinan adanya kebenaran dalam Islam dalam melaksanakan rutinitas kesehariannya.
            Berkaitan dengan takwa inilah, sebagai seorang manusia tentu memiliki tujuan dalam hidupnya termasuk kewajibannya beribadah kepada Allah Swt. Manusia memiliki pilihan dalam memilih apa saja yang diperintahkan untuk dilaksanakan, dan menjauhi apa-apa yang di larang dalam Islam. Sehingga manusia semestinya mampu berpikir dalam memahami hikmah dari adanya ketentuan-ketentuan Allah Swt tersebut.
            Apabila manusia melanggar apa-apa yang telah ditentukan dalam Islam, maka dalam hukum Islam tidak memilih dan memilah terhadap siapa saja yang akan diberikan hukuman atas langgaran tersebut. Sebagaimana larangan tersebut mengandung dampak berupa perbuatan dosa, seperti terhalangnya dari ilmu yang haq (kebenaran), hati merasa jauh dari Allah Swt, yang dapat menimbulkan maksiat serta melemahkan hati, menganggap biasa perbuatan dosa, dan mendatangkan penyesalan bagi pelaku-pelakunya terutama pada hari akhir yang berupa adzab yang pedih.
            Dalam Islam, tentu kita mengennal berbagai macam larangan Allah dan dampak buruk bagi yang mengerjakannya. Disinal manusia terkadang kurang mengerti apa yang dilakukan tersebut salah atau benar, sehingga dengan memperdalam ilmu agama diharapkan akan mengerti seluk-beluk Islam yang sesungguhnya. Di mana di dalamnya megatur berbagai cara dalam melaksanakan Islam sebagai wujud penerapan hidup yang selayaknya digunakan manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
            Sehingga semakin banyak ilmu yang didapatkan dari ajaran Islam, maka banyak pula hikmah yang terkandung di dalam hubugannya dengan maksud dan tukuan Allah menciptakan manusia beserta dengan kitab suci dan teladan rasul untuk menuju kehidupan yang sesuai dengan yang diharapkan. Serta membawa dampak baik bagi orang-orang yang melaksanakannya. Karena sesunggunya manusia sebagai ciptaan Allah,  juga dibekali Al-Quran dan Sunnah yang nantinya akan digunakan sebagai panduan hidup setelah terlahir di dunia, bersama proses berfungsinya akal pikiran manusia  yang semakin berkembang.
            Menyinggung sepintas persoalan tentang hubungan manusia menanggapi sesamanya yang masih melaksanakan larangan-larangan Allah, sebaiknya sebagai sesama muslim kita berhak membarikan peringatan atau nasehat untuk dapat menghentikan dan setidaknya mencegah dari perbuatan mereka tersebut. Hal ini agar tidak menimbulkan kedengakian atas umat islam yang memang masih minim tingkat ilmu pengetahuan terkait hal ini. maka jangan sampai seorang muslim membenci dan mendengki umat yang lain dalam hidupnya. Karena hal ini selain menjadi pemecah belah persaudaraan, juga akan menimbulkan hati yang sakit terhadap orang yang membencinya.
            Sebagaimana tercantum dalam larangan membenci, bahwasannya dengki atau benci merupakan penyebab utama diusirnya manusia dari surga, yaitu ketika iblis dengki kepada Adam karena Allah Swt memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala sesuatu, dan menempatkannya di surga (hal. 127).
            Ciri umum dari orang yang mempunyai sifat dengki adalah merasa senang apabila orang lain mendapatkan kegagalan dan merasa sedih jika orang lain mendapatkan keberhasilan atau kemuliaan. Abu Bakar al-Razi mengatakan bahwa dengki bersumber dari gabungan sifat pelit (bakhil) dan keburukan jiwa. Sifat ini lebih buruk daripada sifat pelit. Sebab, sifat pelit tidak menghendaki agar orang lain memiliki sesuatu yang kita miliki (hal. 128).
            Maka dari itu, sebagai manusia yang religius pasti dapat mengambil tindakan yang positif terhadap masalah yang terjadi baik dalam lingkup internal  dirinya maupun luar dirinya yang menyebabkan  sesuatu hal menjadi bernilai negatif dan berdampak buruk bagi iman dan aqidahnya. Sebagaimana akhlak manusia yang mulia yaitu manusia yang memiliki sifat akhlakul karimah yang baik, serta mempu berusaha untuk selalu memperbaiki diri sebagai pembelajar dalam hidupnya. Sehingga sudah sewajarnya jika manusia memahami baerbagai hal yang berkaitan dengan apa  yang seharusnya diambil hikmah dari suatu kejadian dan penetapan yang merujuk kepada diri seorang muslim.
            Apabila manusia diibaratkan sebuah motor, perusahaan ppembuatnya pasti membuat buku panduan atau petunjuk pemakaian dan perawatan agar motor bisa berfungsi dengan baik. Jika tidak mengikuti aturan buku petunjuk, maka dapat dipastikan bahwa motor tersebut tidak akan berfungsi dengan baik. Sebagai contoh, bila dalam buku panduan dijelaskan bahwa bahan bakar motor tersebut adalah bensin, namun kita mengisinya dengan solar atau minyak, tentunya motor tersebut bisa rusak.
            Demikian halnya denagn manusia, Sang Pencipta manusia, Allah Swt tentu saja lebih paham tentang seluk-beluk dan karakter manusia dibandingkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, agar manusia dapat menjalankan kehidupannya denagn sebaik-baiknya dan tetap dalam fittrah penciptaannya, Dia membekali manusia dengan “buku panduan” berupa kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi untuk diajarkan kepada umatnya. Kita terakhir yang diturunkan sekaligus  sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya ialah Al-Quran yang disampaikan kepada Rasulullah Saw, yang berlaku hingga akhir zaman. Selain itu, ada juga hadis-hadis beliau yang berfungsi sebagai pelengkap ajaran-ajaran Islam.
            Orang yang berpegang teguh pada al-Quran dan sunnah, maka selamatlah kehidupannya, baik di dunia maupun diakhirat. Sedangkan, bagi yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, makan akan mengalami

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal