Kiprah Perpustakaan sebagai Pondasi Masyarakat Informasi



Oleh : Muthi’ah
Mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Surakarta
*Resensi ini telah berhasil menjadi Juara Harapan 2 dalam Lomba Resensi Buku Kategori Perguruan Tinggi, yang diadakan oleh Arsip dan Perpustakaan Kota Surakarta tahun 2015.
 


Judul              : Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan
Penulis          : Drs. Supriyanto, M.Si, dkk.
Penerbit         : IPI DKI Jakarta
Cetakan         : November 2006
Tebal              : x + 405 halaman
ISBN               : 979-95013-2-6

           
            Memang benar bahwa perpustakaan merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk melahirkan insan-insan yang cerdas. Namun realitanya, ungkapan tersebut masih sebatas wacana. Karena sebagian besar masyarakat kita menghabiskan waktu untuk bekerja, sehingga minim waktu untuk membaca informasi. Padahal manusia tidak dapat hidup tanpa informasi. Bahkan informasi timbul bersamaan dengan terciptanya nabi Adam di muka bumi ini.
Dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 31-33, Allah mengajarkan beberapa ilmu pengetahuan kepada Adam tentang nama-nama benda. Allah telah mengilhamkan ilmu pengetahuan kepada Adam sehingga ia dapat menyebutkan nama-nama benda kepada malaikat. Sejak dialog itulah timbulnya komunikasi informasi diantara makhluk. Sejak itu pulalah informasi itu terus berkembang sampai sekarang ini (hal. 9).
Sementara perpustakaan sebagai pusat informasi dunia seolah kurang memiliki daya tarik tersendiri dikalangan masyarakat. Sebagaimana yang dituangkan Retno Prabandari dalam artikelnya yang berjudul Minat Baca dan Kebiasaan Membaca di Masyarakat Perguruan Tinggi (bagian 14), Primanto Nugroho dalam penelitiannya menyatakan bahwa minat baca rendah karena daya “mengunyah” bacaan menjadi suatu yang berguna di masyarakat kita masih rendah.
Hal ini diperkuat oleh Prof. A. Teeuw (1994), ia mengungkapkan bahwa secara umum masyarakat Indonesia menganut tradisi lisan. Kalau ada dokumen tertulis, masyarakat Indonesia lebih memilih dokumen tersebut dibacakan daripada membaca dokumen tersebut. Dilihat dari sisi sejarah, maka pendapat Prof. A. Teeuw ini ternyata ada benarnya. Bukti-bukti sejarah dalam bentuk tertulis tidak banyak ditemui di tanah air kita ini. Hal ini dikarenakan sejarah di negara kita banyak dituturkan secara lisan melalui pencerita (story teller) yang semakin lama semakin kabur (hal 290).
Membaca buku Aksentuasi Perpustakaan dan Pemustaka yang disusun oleh para pustakawan ini membuat kita seolah memiliki tanggungjawab untuk turut menyukseskan peran perpustakaan. Sebagaimana telah tercantum dalam alenia ke-empat Undang-undang Dasar 1945, tentang usaha dan peran serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam buku ini juga dikemas secara sistematis terkait aksen daripada perpustakaan dan pemustaka sebagai pelaku penyelenggaraan perpustakaan. Namun pada dasarnya memang dirancang dengan bermacam-macam judul dari penulis yang berbeda. Sehingga kita dapat melihat pemaparan mengenai perpustakaan dari berbagai sudut pandang yang berbeda pula.
Apalagi jika kita membaca buah pikir Kosam Rimbarawa (pendahuluan), seolah perpustakaan haruslah dijadikan sebagai rumah pertama oleh semua pihak untuk menerapkan “long life education”. Di mana bukan hanya kaum cendikiawan, pelajar, mahasisiwa, guru dan kaum terdidik saja yang berhak menjadikan buku sebagai ‘makanan’. Namun semua lapisan masyarakat semestinya sadar, bahwa membaca merupakan aktivitas yang diperlukan sebagai kebutuhan hidup. Termasuk dalam membentuk dan melahirkan manusia cerdas dan terampil di berbagai bidang keahliannya masing-masing.
Di era modernisasi, berbagai media telah mampu melayangkan banyak informasi yang dibutuhkan masyarakat. Maka dengan adanya “information literacy”, berbagai pengetahuan bisa didapatkan dengan mudah dalam rangka pengembangan ilmu. Namun hal ini selayaknya tidak menggeser posisi perpustakaan sebagai penyedia bahan pustaka dimana buku-buku yang ada telah mendapatkan izin beredar berupa ISBN (International Standard Book Number), sehingga layak untuk dipertanggungjawabkan ilmu dan sumbernya. Sehingga keberadaan perpustakaan bukan hanya berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, namun sebagai tempat melaksanakan pendidikan masyarakat di luar sekolah (non formal education) dengan seluas-luasnya dalam melakukan proses belajar secara mandiri.
Maka dari itu perpustakaan tidak hanya sebagai sarana tempat mengumpulkan, mengolah dan menyebarluaskan serta melestarikan bahan pustaka, tetapi juga penyedia informasi “provider” yang berfungsi ke arah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan fasilitas perpustakaan sebagai penyedia informasi sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap individu. Dengan kata lain, informasi yang ia dapatkan pada akhirnya mampu dijadikan sebagai pondasi terhadap ilmu praktis yang mereka miliki. Sehingga terjadi adanya keseimbangan antara pengalaman (experience) dan pengetahuan (knowledge) dari dalam dirinya.
Penerapan pengetahuan baik sosial maupun teknologi kita masih sangat ketinggalan dengan bangsa-bangsa lain yang segenerasi dengan bangsa kita. Kita harus mampu berlomba untuk mencapai kemajuan terutama dalam pengetahuan. Banyak bukti bahwa kita ketinggalan jauh dengan negara-negara lain terutama penerapan ilmu pengetahuan maupun kehidupan pribadi masing-masing. Contoh kecil saja dalam lingkungan hidup mengatur sampah saja tidak bisa bahkan sampah menelan korban masyarakat. Apalagi penemuan-penemuan sumber kehidupan baru seperti, maksud hati menggali minyak dan gas namun lumpur yang didapatkan. Contoh kecil tapi cukup memalukan, dimana pengetahuan teori serta teknologinya belum dapat dikuasai (hal. 11).
Secara keseluruhan buku ini memang menitikberatkan pada peran perpustakaan dan pemustaka. Namun saya rasa semua aspek yang dilakukan pemustaka terhadap kemajuan perpustakaan pada akhirnya merujuk kepada terciptanya masyarakat pembaca (reading society) bagi semua kalangan tanpa terkecuali. Sehingga dari sinilah terbentuk pula masyarakat informasi (information society) dimana melek informasi (information literacy) juga sedang “membludak” di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Kelebihan kedua yaitu terdapat pengelompokan tulisan berdasarkan sub pembahasan, sehingga terkesan runtut dan teratur walaupun berisi banyak karya yang ditulis dari sudung pandang yang berbeda-beda.
Sedangkan kelemahannya, walaupun sebagian besar penulis menggunakan sumber referensi dari buku, namun ada pula beberapa penulis yang lebih banyak menggunakan sumber online dari internet. Alangkah baiknya jika referensi menggunakan buku cetak sebagai pilihan utama dalam menunjang penulisan karya. Selain itu, hal ini dapat memberikan apresiasi yang baik bagi pemustaka selaku penyelenggara bahan pustaka dan segala aspek yang berkaitan dengan buku.
Kelemahan lain yang saya temukan mungkin mengarah pada pembahasan dan tema tulisan, yang kemudian dipadukan menjadi satu. Sehingga terkadang saya merasa dibawa kepada alur berpikir yang berpindah-pindah setiap kali berganti pada judul yang lain dalam pembahasan yang ‘dibuat’ sama dalam setiap bab. Seperti pada pembahasan mengenai profil perpustakaan yang membahas banyak aspek, padahal pembaca terkadang hanya mampu memahami maksud yang berisi pembahasan sesuai dengan latar belakang pendidikan maupun bidang kehidupan yang biasanya pembaca jumpai. Maka alangkah baiknya jika dilakukan pemilahan sesuai dengan pokok pembahasan agar mudah dipahami oleh pembaca.
  Kesimpulannya, peran Ikatan Pustakawan Indonesia pada khususnya dan pustakawan pada umumnya memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap layanan dan pemberdayaan koleksi bahan pustaka. Karena hal ini juga berdampak pada kondisi berkembangnya minat dan kebiasaan membaca. Dimana minat dan kebiasaan membaca juga dapat berkembang manakala tersedianya fasilitas bahan bacaan yang memadai, sesuai, cukup, dan menarik untuk dibaca. Sehingga jika keduanya berjalan dengan baik, yaitu adanya kesadaran masyarakat yang menganggap informasi sebagai kebutuhan dan pemustaka sebagai penyedia bahan pustaka tentu akan berdampak baik pula terhadap pencapaian misi serta  pola pikir masyarakat terhadap informasi yang ada.


NB: Rilis Pengalaman Lomba Resensi dapat dibaca di link http://aksaramutiasenja.blogspot.co.id/2016/01/menikmati-indahnya-berproses.html#more

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal