Pantaskah Aku?


Ilustrasi. Sumber gambar: https://thejewelholic.files.wordpress.com/2011/12/laskar2.jpg
“Salam kebahagiaan!” ungkapan ini yang ingin aku katakan kepada-mu, penilik aksara. Sebab dengan kata inilah aku berharap kita memang sedang benar-benar bahagia. Bahagia bersama!
Siang tadi, berbagai perbincangan tergambar lewat lisan-lisan kami (aku dan kawan-kawan) setelah penat mengerjakan berbagai macam soal midle test. Begitulah kiranya, hingga perbincangan itu membawa kami pada sosok-sosok yang membuat kami benar-benar kagum atas perjuangan mereka dalam melawan rintangan sebagai sebuah konsekuensi kehidupan.
Kami saling menyimak dengan seksama penuturan yang terungkap lewat lisan kami setelah beberapa bulan terakhir mengenal mereka. Ternyata, begitu banyak teman-teman yang mampu berdiri dan menggengam nama sebuah kampus dari usaha dan kerja kerasnya. Berdiri dan duduk di tengah-tengah kami untuk turut mencetak nama sebagai generasi terdidik bangsa. Bahkan banyak diantara kami, puluhan, ratusan, ribuan, jutaan, bahkan lebih. Namun, ada saja yang berkeringat peluh di balik almamater yang ia kenakan itu.
Tak lama ketika ungkapan-ungkapan itu kembali mendeskripsikan tentang sebuah nama, aku hanya terdiam. Seolah pandanganku tertuju pada dinding transparan dan menengok celah dimana tempat aku berada sekarang. Aku hanya mendengarkan. Namun jelas pandanganku terfokus pada gambaran jemariku yang menjadi bukti tentang sebuah perjuangan yang mungkin tak berbeda jauh dengan mereka. Entah bagaimana orang memandanganya, tetap saja aku menyebutnya sebagai sebuah “perjuangan” bagiku.
Lagi-lagi mata ini berbinar. Entah keberapa kali semenjak telinga ini mendengar desis peluh mereka. Entah keberapa kali setelah aku benar-benar melihat potret nyata yang tergambar di kedua bola mataku. Sedang naluri ini ingin rasanya memangkas setiap kesakitan yang aku dan mereka rasakan. Betapa bahagianya diri ini jika senyuman itu adalah sebab uluran tanganku yang mampu membuat mereka melangkah lebih baik dari sebelumnya. Tetapi, entah kapan itu terjadi?
Di balik sekilas pandang yang lain aku berkata pada diriku, “Pantaskah Aku?” Sedangkan mereka lebih berhak untuk mendapatkan apa yang aku genggam sekarang. Namun di lain sisi pikiranku membuka memori beberapa tahun lalu, tentang masa yang begitu membuatku ingin menangis setiap kali ku langkahkan kaki menuju sekolah dengan berbingkai air mata. Betapa sulitnya mendapatkan kebutuhan pokok sebagaimana orang-orang pada umumnya. Sedangkan kami harus membagi dan memahami tiap-tiap kebutuhan terpenting keluarga untuk didahulukan, sedangkan yang lain harus menahan dengung tak nyaman dari perkataan orang-orang tentang peringatan pembayaran administrasi dan buku-buku pelajaran. Apakah meraka tahu akan hal itu? Tapi, pantaskah aku, sekarang?
Namun siang ini potret beberapa teman-temanku ternyata membuat terkejut dan seolah tak sengaja membuka lembaran yang pernah aku singgahi. Walaupun aku merasa kehidupan sekarang jauh lebih baik daripada kehidupan kami dahulu, namun aku sadar bahwa semua ini tak lepas dari sebuah ‘perjuangan’.
Jauh dari lubuk hatiku yang terdalam, aku hanya mampu berucap, “Pantaskah Aku?” Sedangkan keyakinanku bertumpu pada satu hal, bahwa Allah akan memberikan kemudahan-kemudahan itu kepada mereka dengan jalan yang harus diperjuangkan. Karena dengan begitulah, kemudahan akan terlihat nyata serta berkesan dalam hidup mereka. Seperti yang aku tahu, begitu indah nyatanya. Mungkin jika ‘sulit’ itu tak menghampiriku, jiwa raga ini bisa jadi tak ada harganya.
Pada akhirnya, batin ini berbisik “Pantaskah Aku untuk tak bersyukur?”.
Dariku untuk mu, “salam kebahagiaan!”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal