Scientific Learning; Studi Agama di Balik Hakikat Wisuda
Oleh: Muthi’ah
Seperti yang telah digambarkan dalam video
tentang prosesi wisuda dari beberapa universitas dengan latar belakang agama
yang berbeda-beda, tentu akan menarik argumen untuk dijadikan perbandingan
terhadap proses penyelengaraan acara wisuda pada masing-masing kampus. Diantaranya
yaitu, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Universitas Katholik
Soegijapranata, Bedel Universitas Hindu Indonesia, dan Universitas Kristen
Satya Wacana yang masing-masing universitas membawa background agama
yang ada di Indonesia.
Dari beberapa sample yang diambil sebagai bahan
studi ilmiah ini, maka selanjutnya dilakukan perbandingan-perbandingan terhadap
prosesi masing-masing kampus sebagai pengambilan kesimpulan terhadap makna dari
prosesi tersebut.
Sebagaimana yang dituangkan dalam Wikipedia Indonesia,
menjelaskan tentang arti daripada wisuda yaitu proses pelantikan kelulusan
mahasiswa yang telah menempuh masa belajar pada suatu universitas. Secara
efektif, penjabaran tersebut mengarah kepada ciri bagaimana kebiasaan yang
sering dipakai para wisudawan-wisudawati yang mengikutinya sebagai suatu
prosesi yang istimewa di dalam hidupnya. Beserta dengan seluk-beluk yang
digambarkan dengan cukup rinci.
Sedangkan dalam studi agama, hal yang ini merupakan
simbol syukur yang dilakukan untuk memaknai kelulusan sebagai sebuah
keberhasilan yang diberikan Allah SWT selama menempuh bangku kuliah dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan. Sehingga mereka dapat memakai toga dan
jubah kebanggan sebagai ‘pernyataan’ keberhasilan mereka dalam menempuh pendidikan.
Namun dilain sisi, perwujudan ini bukanlah keberhasilan
yang sesungguhnya. Justu sebagai tanggung jawab yang besar bagi masing-masing
lulusan terhadap ilmu yang selama bertahun-tahun mereka kejar dan pahami selama
duduk di bangku perkuliahan. Sehingga ketika mereka lulus dengan predikat
status pendidikannya, maka pada saat itu pula dimulainya perjuangan (struggle)
untuk kehidupan yang sebenarnya dan lebih menantang daripada biasanya. Karena
semua teori secara perlahan akan berwujud menjadi sebuah praktik nyata sebagai
penerapan terhadap sebuah studi pembelajaran.
The
Reality of Discourse
Realita wacana yang banyak kita
jumpai di masyarakat terkait arti penting sebuah prosesi wisuda dalam kehidupan
mahasiswa pada umumnya memang barang tentu memiliki persepsi yang berbeda-beda.
Terutama memaknai hal tersebut sebagai sebuah saat yang mengesankan (memorable
moment) di dalam hidupnya. Lalu apakah hal ini juga berpengaruh terhadap
pemahaman yang membawa makna positif bagi pelakunya?
Memang pada dasarnya fakta yang
terkandung dalam prosesi yang berdurasi beberapa jam itu memiliki pembuktian
tentang “pentingnya” acara tersebut. Sebagaimana kita lihat dalam
penyelenggaraannya, upacara wisuda dari beberapa universitas memiliki alur yang
hampir sama.
Pertama,
fakta yang terdapat dalam
upacara tersebut memiliki simbol terhadap “benda”. Yaitu pakaian wajib berupa jubah hitam dan toga, serta sebuah kalung
leher layaknya medali dengan gantungan bergambar logo universitas tempat mereka
menempuh studi.
Simbol ini mungkin dapat dikatakan universal karena hampir seluruh
Indonesia bahkan dunia memakai busana yang tidak jauh berbeda dengan satu
kampus ke kampus yang lain. Sebagai wujud persamaan terhadap tanggung jawab
mereka terkait misi selanjutnya dalam mengembangkan potensinya pada tingkatan
yang lebih tinggi dan tantangan-tantangan yang semakin besar. Sedangkan kalung
bersimbol logo universitas, dimaksudkan bahwa setiap lulusan pada akhirnya
membawa nama kampus sebagai latar belakang yang membentuk dirinya terhadap karakter
dan kepribadianya. Sehingga selayaknya para alumni mampu menjaga nama baik
universitas dengan aqidah dan akhlak serta moral yang pantas dijadikan teladan
(uswatun khasanah).
Kedua, dipandang dari sisi religius memang secara umum pada setiap universitas tentu
menyelenggarakan prosesi wisuda ini sesuai dengan label dan latar belakang agamanya
masing-masing. Seperti halnya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta
dengan perayaan upacara sesuai dengan prosesi dalam Islam. Yaitu di awali
dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang mungkin tak lepas dari setiap
kegiatan apapun. Hanya saja, menurut pengamatan penulis penyelenggaraan di
Institut Agama Islam Negeri Surakarta ini kurang memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan kampus-kampus yang lain. Sehingga kurang terpancar nuansa
keislamannya.
Berbeda halnya dengan Universitas Widya Wacana yang hampir setiap
berjalannya kegiatan, diiringi dengan nyanyian-nyanyian bernuansakan simbol
syukur terhadap Tuhan mereka. Sebagaimana tak berbeda jauh dengan Universitas
Katholik Soegijapranata yang masih juga terasa nuansa agamanya yang dibungkus
dengan perpaduan gaya tradisionalnya. Sehingga lebih terasa perayaan wisuda sebagai kampus yang berlabelkan agama.
Ketiga, pemakaian busana adat tradisional berupa kebaya bagi
mahasiswi putri dan jas hitam bagi mahasiswa putra, rupanya mengambil makna historis-tradisi terhadap pewarnaan budaya
tradisionalnya. Hal ini tergambar jelas ketika semua wisudawan dan wisudawati
dari universitas itu tetap mengangkat budaya pakaian tradisional dalam prosesi
tersebut. Tentu fakta ini lagi-lagi memberikan corak tersendiri bahwasannya
masyarakat Indonesia harus memiliki dan merasa memiliki kakayaan yang ada di
negaranya sebagai sebuah kebanggaan dan ciri khas yang selayaknya dipelihara. Apalagi
kita merupakan generasi terdidik yang ‘lebih mampu’ memberdayakan bangsa dengan
tangan-tangan terampil para lulusan akademika yang memiliki intelektual yang
lebih di dalam masyarakat.
Keempat, merupakan ending dari tujuan penyelenggaraan
pendidikan. Bahwa secara realita, baik disadari maupun tidak disadari semua
lulusan akan terjun di masyarakat untuk mengabdikan jiwa dan raganya dengan
ilmu yang mereka miliki. Hal ini tentu saja bukan hanya menjadi sebuah teori
mati. Namun benar terjadi seiring berjalannya waktu, setiap manusia akan
merasakan dan mengalami sendiri hal ini sebagai perwujudan sisi sosiologis setiap individu untuk
bermasyarakat dan berkelompok.
Selain itu, dapat kita lihat perbedaan latar belakang universitas yang
berlabel agama, ternyata tidak menjadi penghalang bagi mahasiswa beragama lain
untuk menempuh pendidikan di kampus tersebut, walaupun berbeda dengan agama
kampus yang ditetapkan. Hal ini memberikan pesan tersirat bahwa setiap manusia
memiliki hak untuk melanjutkan pendidikan sesuai dengan minatnya, serta wujud
toleransi terhadap agama satu dengan yang lain untuk hidup berdampingan dan
bersosialisasi.
Kelima, pengucapan panca satya alumni di IAIN Surakarta yang
berisi janji-janji wisudawan dan wisudawati sebagai lulusan yang mewajibkan
pengabdian mereka terhadap bangsa dan negara. Hal ini juga terjadi di kampus
lain sebagai bentuk lisan dari tanggung jawab yang diamanahkan kepada seluruh
alumni.
Keenam, dari sisi psikologis yang terjadi dalam acara wisuda beberapa kampus yang
ditampilkan, mungkin Universitas Satya Wacana lebih mengerti dalam memberikan
penghargaan kepada kemampuan mahasiswanya. Hal ini dapat dibedakan ketika
universitas ini menyebutkan satu per satu prestasi mereka. Mulai dari predikat cum laude secara
akademik, namun menyebutkan pula prestasi wisudawan dari segi non akademik yang
berprestasi di luar kampus dalam hal pengembangan minat dan bakat mereka. Hal
ini mampu memicu semangat alumni dalam mengasah kemampuannya untuk lebih baik
lagi dan membawa nama baik kampusnya.
Linkages
Facts
Keterkaitan pola fakta yang terjadi dalam kegiatan wisuda
ini terdapat dalam aspek-aspek yang juga memiliki kesinambungan antara segi
religi, historis, sosiologis maupun psikologis. Dimana setiap acara yang
berlangsung pasti haruslah mengutamakan Tuhan yang selalu terlibat dalam
menentukan lancar tidaknya sebuah usaha dari manusia sebagai hambanya. Dalam
konteks ini, maka berbagai simbol yang diwujudkan untuk memperlihatkan rasa
syukur dan permohonan terhadap ridho Allah memang menjadi pokok yang utama
dalam menerapkan perayaan wisuda bertemakan agama pada masing-masing
universitas yang memiliki background yang berbeda pula.
Setelah interaksi manusia terhadap Tuhannya, maka sisi
sosiologis yang bersifat horizontal antar sesama makhluk haruslah dibangun
sebagai insan yang memiliki satu tujuan dalam hidupnya demi terselenggaranya
cita-cita mulia yang tertulis dalam jiwanya. Sehingga ketika semua alumni
dikumpulkan dalam ruangan tersebut, pada dasarnya mereka merupakan sekelompok
manusia yang telah melangkah menghadapi tantangan dalam belajar yang
selanjutnya dilepaskan untuk mengabdi terhadap kemajuan bengsanya secara
bergotong-royong.
Hal inilah yang kemudian memiliki keterkaitan dengan
aspek historis, yang mana pada hakikatnya manusia selalu bergantung pada dua
garis. Yaitu vertikal (vertikal relationship) terhadap Tuhan, dan
horizontal (horizontal relationship) terhadap sesama manusia. Sehingga hal
ini menjadi penentu sikap dan perilaku manusia dalam menjalankan hidup dan
kehidupannya sebagai insan-insan intelektual.
Understand
the Facts for the Public
Seberapa penting sebuah moment
dalam hidup manusia pasti memiliki latar belakang yang membentuk kepentingan
tersebuat sebagai sebuah hal yang harus dilakukan. Namun, jika tanpa adanya
wisuda pun kita pasti telah diberi predikat sarjana sebagai lulusan dalam
bidang tertentu, lalu apakah yang mendasari pentingnya wisuda bagi mahasiswa?
Erlangga Araditya Satriyo alumni Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya angkatan 2009, menjawab pertanyaan tersebut. Dalam buah
penanya yang berjudul Wisuda itu Buat Apa Sih?, ia mengungkapkan bahwa
makna dari wisuda itu bukan hanya sekedar untuk menghormati studi yang
dilakukan selama hampir 4 tahun. Apalagi sekedar untuk serah terima ijazah,
jelas bukan itu tujuan dari wisuda. Wisuda merupakan acara selebrasi yang ditujukan pada
keluarga dan orang-orang yang menyayangi kita, yang telah membantu proses selama kita menempuh
pendidikan di perguruan tinggi. bukan semata-mata untuk wisuda, tapi lebih
tertuju pada keluarga wisudawan yang sudah mengharap-harapkan hal ini semenjak
memasukkan anaknya ke universitas untuk menuntut ilmu.
Concluded
of Meaning
Menyimpulkan berbagai pola makna dalam beberapa aspek
terkait kegiatan wisuda dari berbagai agama, tentu akan dapat diambil benang
merah tentang persaudaraan, kesamaan, perbedaan, harapan, tujuan, serta banyak
hal yang ikut terlibat dalam mendasari terselenggaranya acara “wisuda” ini.
Mengamati hal ini, sebagai umat muslim yang memandang
penyelenggaraan acara wisuda dari segi agama (religius) tentu memiliki
keinginan yang cukup berarti dalam penyelenggaraan acara yang istimewa. Namun
pada realitanya, justru yang dipandang kurang memiliki identitas yang menonjol
dalam kegiatan tersebut, ternyata membawa makna tersendiri tentang arti sebuah kesederhanaan. Nah, hal inilah yang
tercermin dalam perayaan wisuda mahasiwa dan mahasiswi Institut Agama Islam
Negeri Surakarta dibandingkan beberapa universitas yang lain.
Sedangkan hal lain yang perlu dicontoh dalam membina
tunas-tunas ke depannya adalah prestasi. Sehingga selama kurang lebih 4 tahun menempuh
pendidikan Strata 1, memiliki bekal ke depan untuk dapat membangun kehidupan
yang lebih baik. Baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk orang lain. Karena
setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menaggapi suatu hal.
Jika mereka dapat menggali pontensi yang ada, dimungkinkan mereka akan lebih
mudah melakukan apa saja yang ingin mereka capai untuk masa depannya. Sehingga,
pemuda-pemudi bangsa bukan hanya cerdas, namun kreatif, terampil, serta mampu
mengembangkan potensi terdalam dalam dirinya.
Yang terakhir merupakan pemahaman terhadap posisi (understanding
the position) sebagai manusia mikrokosmos dan makrokosmos yang selalu
melibatkan dirinya untuk berpikir dan memahami sesuatu, serta mampu
berkolaborasi dengan alam dan manusia sebagai objek hidup. Posisi-posisi inilah
yang semestinya mampu menjadi dasar dalam membentuk pribadi yang dapat diterima
oleh dirinya dan masyarakat serta lingkungan pada umumnya.
Komentar
Posting Komentar