Biarkan Proses yang Menjawabnya


         “Aku hanya bisa mengandalkan sebagian saja kemampuanku. Karena aku tahu lisanku tak dapat bicara banyak tentang hal itu.”

     Cukup lama setelah aku mengungkapkan kalimat tersebut, tuntutan dalam diriku menjadikan rasa ini selalu bergejolak untuk mengambil langkah emosiku. Aku harus mampu berbicara, mampu memberikan tanggapan terhadap orang lain dan bahkan atas apa yang aku maksud dari diriku.

      Bagaimana tidak? Sebagian besar yang ku anggap sebagai kemampuanku hanyalah berkisar tentang tulis dan lukis. Semuanya
bahkan tak pernah melibatkan bibirku untuk sekedar berkata apa dan bagaimananya. Dan aku rasa, semua itu telah cukup membuatku nyaman dengan hidupku sendiri. Karena aku tak perlu banyak bicara, hanya berucap lewat apresiasi tulisan dan juga lukisan-lukisanku telah cukup memberi makna lebih. Aku mencintai hal itu sejak dulu, bahkan ketika kau belum mengenalku.

       Ku pikir, aku akan menjadi apa yang ku ucap saat guruku bertanya, “apa cita-citamu?”. Atau mungkin aku akan menjadi petugas perpustakaan yang sempat kusebut dulu. Ya, aku menginginkan menjadi seorang seniman yang dapat melukis dengan indah sebagaimana para seniman yang aku tahu sekarang. Melukis dengan perasaan dan hati tanpa banyak bicara lagi. Maka karya-karyaku yang akan bicara pada orang-orang tentangku. Aku akan melukiskan semua yang ku mau. Begitulah akhir pikirku dulu. Selain itu, aku pernah berkata akan menjadi seorang penjaga perpustakaan entah karena sebuah kejujuran atau kepolosanku? Namun jawabanku sempat mengundang tawa dari teman-temanku. Bagaimana ia memandang rendah profesi itu? Padahal yang aku tahu hanyalah kejujuran yang muncul dari hati kecilku bahwa aku akan bebas membaca apa saja sambil bekerja. Jika pembaca tak percaya, mungkin beberapa temanku masih mengingatnya hingga sekarang. Bahkan ia pernah kembali mengulang memoriku akan ungkapan itu kepadaku. Lagi-lagi ia kembali menertawakanku.

          Sekarang hampir sepuluh tahun masa itu aku lewati dan tentu membawa sebingkai kenangan yang tak akan terhapus oleh waktu. Semua yang kulakukan pada akhirnya membentuk susunan yang kuat sebagai proses dalam kehidupanku di massa depan. Aku selalu bernostalgia dengan kenangan-kenangan yang lalu. Tanpa lagi memikirkan ‘mau ku’ di massa depan. Cukup proses dengan kerja keras yang akan menghargaiku akan jadi apakah aku nantinya.

      Kini, entah kapan aku perlahan merasakan perbedaan dan menghianati perkataanku sendiri untuk melakukan aksi tanpa lisan. Namun pada dasarnya manusia tak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi di massa depan. Maka semua yang mustahil pada diriku seolah sirna karena proses itu lebih kuat hanya dengan ungkapan kata-kata. Bahkan aku semakin bersemangat untuk mengandalkan semua yang kupunya sebagai wujud syukur yang Allah berikan kepadaku. Dengan memaksimalkan kemampuan yang Ia berikan dan menghargai setiap peristiwa sebagi sebuah proses yang tak pernah ada garis finish. Aku ingin memberikan cerita indah dan sejarah yang membuat orang lain percaya pada diri mereka sendiri. Memberikan manfaat kepada orang lain tanpa berkata banyak, dan berkata yang cukup memberi arti.


                

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal