Rilis Festival Seni UNY; Melangkahlah dengan Keberanian!



Kali ini, aku akan menceritakan bagaimana perjalananku untuk membuktikan kecintaanku pada sesuatu hal.

“Dahulu, Senja adalah nama yang kuharapkan agar kelak aku benar-benar akan menjadi seorang Senja. Kau tahu Senja?

Mungkin kau akan berpikir bahwa senja adalah sebuah panorama menjelang malam tiba. Mungkin juga kau akan berpikir bahwa senja yang sebenarnya adalah kehidupan menuju hari tua. Tapi dengan tegas aku membantahnya. Tidak! Senja yang ku maksud adalah seseorang yang saat ini duduk dibangku Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.


Ya, aku akan menceritakan pengalamanku selama ‘bermain-main’ di negerinya seorang Senja. Bukan tentang dirinya. Namun tentang aku dan bayang-bayangnya ‘saja’ :)”

                Berkali-kali aku mengatakan kepada diriku untuk ‘harus’ mencapai target memenangkan lomba menulis tingkat nasional. Aku melakukannya karena aku tahu bahwa aku sangat mengharapkannya. Kekuatan itu datang dengan alasan bahwa diriku harus mampu bersaing dengan kampus-kampus ternama diluar sana. Bukan hanya berkutat di kampusku sendiri. Seperti yang aku lakukan dahulu ketika duduk dibangku SMK (Sekolah Mengengah Kejuruan). Yang aku tahu, aku selalu ingin melakukannya setiap kali mengikuti kompetisi. 




                Nah, saat berniat mencari tahu info lomba diberbagai situs. Ternyata tak kutemui juga lomba-lomba tersebut (termasuk baca puisi). Namun ketika beralih ke twitter, aku menemukan sebuah postingan yang mengabarkan ada lomba baca puisi di Universitas Negeri Yogyakarta. Ya, ada lomba baca puisi setingkat Yogyakarta tertera dan cukup menarik perhatianku.

                Sebagai pencinta lomba, dahulu aku hanya ikut-ikutan saja. Tak ada yang kuharapkan melebihi sebuah pengalaman dan proses kehidupan. Namun saat seringkali aku mengikuti lomba baca puisi, justru ketertarikan itulah yang membuatku terus berlatih untuk menjadi yang terbaik diberbagai ajang lomba, terutama baca puisi. Walaupun kegitan menulisku sedikit terhenti, namun aku percaya pada diriku bahwa aku masih terus berkarya. Ya, paling tidak membuktikan action-ku :).

                Ketika menemui realita bahwa perlombaan hanya dikhususkan untuk mahasiswa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), aku mencoba bertanya dan sedikit membujuk agar aku dapat ikut serta dalam perlombaan tersebut. Meskipun tanpa berpikir panjang bahwa aku harus bolak-balik mengikuti Technical Meeting yang ‘katanya’ wajib itu dan sehari setelahnya lomba pun berlangsung. Namun, tak peduli lagi akan bagaimana aku melakukannya, tapi yang paling penting adalah terdaftar sebagai peserta.

                Alhasil, atas izin Allah SWT, panitia memperbolehkanku mengikuti perlombaan Baca Puisi Festival Seni UNY dengan tema “Manuskrip Lisan yang Terbungkam” yang dilaksanakan pada tanggal 21 November 2015. Bahkan mereka megubah status lomba dari setingkat Yogyakarta menjadi Jateng-DIY. Alhamdulillah, perjuangan menjadi peserta telah usai.

                Sekarang waktunya untuk menampilkan pembacaan puisi yang menarik dihadapan juri. Tapi sebelumnya, aku akan menceritakan perjalanan panjang yang sungguh asem-manis-pahitnya selama bernafas di kota pendidikan itu hehe.

                Mulai...

                Awalnya, aku memutuskan untuk naik bis ke Jogja. Dikarenakan pengalamanku dulu ketika mengikuti Festival Sastra di Universitas Gajah Mada (UGM), aku juga naik bis dan pulang pukul satu dini hari sampai di Sragen. Sudahlah.. kita bicara tentang Festival Seni UNY sekarang. Walaupun dulu saat ke Jogja seorang diri rasanya sangat woww. Eh.. fokus fokus!!

                Waktu itu, alhamdulillah ada sepeda motor dan SIM yang masih anget (karena baru jadi), akhirnya aku mengikuti Technical Meeting yang ditetapkan pada pukul 08.00 WIB tanggal 20 November 2015. Itulah sehari sebelum perlombaan dimulai dan berstatus WAJIB diikuti. “Ampun deh.. padahal dimana letak UNY saja aku tak tahu :’(“

                Okelah, berarti aku harus bergegas pagi-pagi mruput untuk mencari dimana Si UNY berada hahaha. Akhirnya, aku memulai hari pertama njogja dengan naik sepeda gek dewean. Oh, malangnya.. Tapi, sudah biasalah.. Lha kepiye, konco-konco diajak lomba podo ora gelem hhh

                Pagi-pagi sekitar jam setengah lima, aku mulai berkendara dari Kartasura menuju Jogja. Hanya bermodalkan peta ‘katanya’, aku yakin bahwa aku akan sampai disana. Ternyata benar, hanya bertanya dengan Pak Becak yang baik hati, alhamdulillah mata ini ditampakkan dengan sebuah bangunan yang tertera nama Universitas Negeri Yogyakarta. Betapa bahagianya, seolah bertemu dengan orang terkasih. Wowww hehe.. Namun sebelum masuk ke wilayahnya, aku memutuskan untuk singgah sebentar di sebuah masjid yang tak jauh dengan UNY. Tak ku sangka, hanya sekitar satu lebih seperempat jam, diri ini menghabiskan waktu perjalanan Kartasura-UNY. Atau sebut saja IAIN Surakarta-UNY (biar lebih akrab wkwk) :D

                Setelah hampir pukul 08.00, aku mulai mendekati kompleks UNY dan mencari tahu lokasi Student Center (SC) di sana. Selang beberapa menit setelah aku bertanya dengan seorang mas-mas beralmamamater biru dongker, akhirnya aku menuju gedung tersebut dengan selamat. Di situlah aku berpikir akan bertemu seorang teman dari Institut Seni Yogyakarta. Aku mengenalnya lewat chatt dari twitter. Namun, akhirnya kita bertemu juga setelah acara TM berakhir. Ngomong-ngomong, kakak yang dari ISI ini ternyata juga peserta di Festival Sastra UGM. Wah.. wah.. reuni bung! Masalahnya banyak juga yang alumni FS UGM hehe.

                Saat melangkah menaiki tangga ke lantai tiga, seorang perempuan yang tak asing berhenti didepanku dan menyebut namaku. Ya, dia mengenalku. Seorang wanita periang bernama Mega adalah adik kelasku saat di SMK, sekarang kuliah dijurusan PKn UNY. Sehingga, dengannyalah kami saling bercerita banyak hal. Bahkan, terkejutnya dia saat aku memang benar-benar mengeluarkan suaraku untuk baca puisi. Padahal, dulu aku dikenal sebagai anak yang pendiam disekolah hehe. Yah.. begitulah adaku :D Bagaimana menurut kalian? Hehe

                Mungkin dihari pertama TM, hanya ini segelintir pengalaman kecil yang kubuat. Sekarang saatnya menuju hari penentuan atas usahaku. Bismillah..

                21 November 2015, Allah memberikanku kekuatan untuk kembali pulang-pergi ke Jogja selama 2 hari. Karena keyakinanku akan kebaradaan Allah yang selalu menyertaiku, bukankah suatu keyakinan pula bahwa tak seharusnya ada ketakutan yang menyelimuti jiwa? Eh.. sok puitis lagi..

                Meskipun dijalan sempat terjadi sedikit halangan yang membuatku berdebar, menjadikanku untuk lebih berhati-hati (terlebih kepada polisi yang berhasil mengambil 100 ribu dari dompetku *payah*). Hingga sampai di tempat perlombaan, yaitu di Pusat Layanan Akademik (PLA) lantai 2 Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) aku sampai disana dengan keadaan yang masih sepi bersama dengan panitia. Tapi tak apalah. Sambil menungu, aku mampir di pendopo FBS yang semakin lama semakin ramai dengan orang-orang tak kukenal. Hanya saja aku berharap melihat Senja disana. Ah, berkhayal!

                Masuklah aku di gedung PLA dan menyaksikan para peserta telah hadir dengan temannya masing-masing. Aku berada di antara mereka dan berkata seperlunya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa UNS yang baru saja datang dan terdiri dari sekitar 5 orang peserta. Sambil berharap Mega akan datang, aku berkenalan dengan seorang mahasiswa Universitas Islam Sunan Kalijaga yang duduk disebelahku. Dia telah berkenalan denganku kemarin saat TM. Yang aku tahu, dia berperangai baik dan mudah bergaul. Mbak Izza namanya. Mahasiswi semester 5 jurusan Pendidikan Bahasa Arab :) Di dalam ruangan, kami juga duduk berdampingan. Hingga semakin lama, kami pun semakin akrab.

           Saat ketiga juri telah memasuki ruangan dan menempatkan dirinya masing-masing, kami pun mulai berdebar. Mas Hasta Indriyana, Pak Hamdy Salad, dan satu lagi (saya lupa hehe) telah bersiap memberikan penilaian dan menyaksikan penampilan kami. Satu per satu peserta mulai menampilkan pembacaan puisinya dengan sangat apik. Bahkan penentuan tampil didasarkan atas undian yang diambil oleh MC. Hingga sampailah nomorku disebut “nomor undi 26 dipersilakan maju ke depan”. Begitulah kiranya.

                Bila kau ingin menanyakan bagaimana perasaanku saat tampil di depan juri, tentunya sangat dag dig dug. Apalagi mereka adalah sastrawan terkenal. Namun pada puisi pertama berjudul “Ngaben” karya Pranita Dewi, aku membawakannya dengan awal yang kurang meyakinkan. Namun karena disinilah saat yang harus kuperjuangkan, akhirnya dengan perasaan penuh aku berusaha masuk dalam kekata tiap baris puisinya dan berhasil membacakannya dengan cukup baik ‘menurutku’. Kali ini yang kurasakan, bahwa aku dapat benar-benar hanyut didalamnya tanpa kusadari bahwa aku sedang berada di depan banyak orang. Apalagi saat membacakan puisi kedua karya Sutardji Calzoum Bachri berjudul “Perjalanan Kubur”. Aku seolah terbawa suasana yang sepi dan terbungkus kesendirian. Hingga sampailah pada bait terakhir, bahwa orang-orang telah memberikan sorak meriah setelah aku terbangun dari bacaanku. Mustahil memang, seperti berhalusinasi, tapi berhasil kulakukan ^^.

                Di sana, aku bukan hanya ingin berkompetisi. Terlebih dari hal itu, aku menginginkan mendapatkan pengalaman dan teman-teman yang peduli dengan puisi dan sastra baca puisi. Sehingga perlahan waktu membawaku untuk saling mengenal antara peserta satu dengan yang lainnya. Yang paling kukenal hingga sekarang adalah Kak Abu dari ISI, Kak Izza dan Jalil dari UIN, Mega dan Luthfi dari UNY, Kak Irfan dari UTY, dan teman-teman yang lain. Mereka begitu baik. Sehingga aku tidak merasa kesepian di sana. :)

                Sehabis Isya’, ternyata masih ada peserta yang belum tampil. Namun setelah menunggu beberapa menit, pengumuman siap disajikan kepada telinga-telinga kami untuk diperdengarkan. Kami sangat antusias mendengar tiap ucapan yang keluar dari mulut MC. Hanya saja nomor undiannya saja yang disebut. Sehingga kami tak tahu dengan jelas siapa pemenangnya sebelum mereka maju ke atas panggung.

                Satu per satu pemenang putra telah disebutkan. Yang mendapatkan juara 1 putra yaitu yang tampil pada nomor undi pertama dan berasal dari UIN. Kata Jalil, dia adalah mahasiswa jurusan Adab. Tapi aku tak tahu menahu dengan identitas lengkapnya. Sedangkan juara 2, dia adalah mahasiswa berambut panjang yang kuingat sebagai panitia lomba baca puisi pada FS UGM 2015. Sedangkan juara 3 adalah tuan rumah dari UNY yang mendapatkannya. Setahuku, kakak itu dulunya juga sempat ikut FS UGM sepertiku hehe.

                Ketika para juara putra selesai disebutkan, tak sabar kami para mahasiswi menanti nomornya disebut. Perlahan juara 3.. lalu juara 2.. dan hampir juara 1 disebutkan, aku telah pasrah untuk menghakimi diriku bahwa aku akan gagal. Tetapi betapa kagetnya ketika juara 1 itu adalah seorang mahasisiwi dengan nomor undi 26? Iya, nomor itu adalah nomor milikku. Aku hampir tak percaya dengan kenyataan ini. Lelah yang begitu menusuk hampir-hampir tak terasa lagi. Bayangkan, begitu banyak mahasiswi seni yang ikut dalam kmpetisi ini. bahkan tak jarang dari mereka adalah anak-anak teater. Begitu tak kusangka, saat diri ini terpanggil untuk melangkahkan kaki ke atas panggung. Sedangkan teman-teman disampingku turut bahagia walaupun perjuangan mereka belum diuntungkan oleh waktu. Namun yang kuharapkan adalah persahabatan yang utuh untuk terus berlanjut dan bertemu pada event yang berbeda. Bagaimana pun juga, penampilan mereka layak untuk diapresiasi :)

            Belum selesai perjuanganku. Karena perjalanan pulang merupakan sesuatu yang ikut terliput didalamnya. Bagaimana mungkin aku akan pulang ke kos atau ke rumah jika jarum jam hampir menunjukkan angka sembilan malam? Namun berkat pertolongan Mbak Izza dan Luthfi, mereka mengasihaniku dan memintaku untuk menginap beristirahat disalah satu kos di antara mereka berdua. Akhirnya aku menginap di kos Mbak Izza, yang masih berada di sekitar UIN Suka. Yah, walaupun baru saja kenal hehe. Terima kasih banyak Mbak Izza ^^

           Begitulah.. hingga keesokan harinya aku pulang membawa piala untuk kupersembahkan kepada orang tuaku di Sragen. Alhamdulillah.. berkat pertolongan dan ridho Allah, aku diberikan kesempatan untuk berprestasi. :)

             Allah Maha Kaya.

           Terima kasih telah menyimak perjalanan saya :) Semoga kesuksesan membersamai kita :)

             Salam prestasi ^^  

                 
 Penyerahan hadiah ^^

Masih Foto Bersama :)

Bersama kawan-kawanku. 
Dari kiri, Luthfi (UNY), aku, Mega (UNY) dan Mbak Izza (UIN Suka)  

Segenap Panitia Lomba :) Semangat!!!

Bukti Pembayaran :D

 Screenshot hasil lomba :)

Yee menang ^^
Bersama Mbak Izza, Kak Irfan, Kak Abu, dan Luthfi ^^

Selfi bareng, malem-malem.. hehehe

Selfie kita.. hehe

Lagi... :D

 Jepet satu lagi ah :D

Keseruan teman-teman :)

 Satu lagi. Salam Sastra! Salam Budaya! ^^

Sekian :)



Pesan saya: “Serigkali kita harus berani menampakkan diri biarpun sendiri. Daripada tak muncul sama sekali dan hilang tertelan zaman. Karena sejatinya kita akan dikatakan berlian jika kita mampu berusaha untuk keluar dari kubangan. Perbaikilah nama baik kampus. Bukan malu dengan keberadaan kampus kita. Tenar tidaknya sebuah kampus hanyalah status. Manusia didalamnya yang akan menggerakkan. Semuanya akan berawal dari keberanian menampakkan apa saja yang kita bisa. Yakinlah! Saya dan teman-teman yang berani membawa perubahanlah yang telah membuktikannya.”


NB: Foto yang tertera merupakan jepretan dari Kak Abu (mahasiswa ISI Jogja).

Terima kasih Kak. Tanpamu aku tak mendapatkan sebutir kenangan dari gambar-gambar itu hehe


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal