Memaknai Sisi Religius Manusia sebagai Makhluk Berbudaya



    Terjadinya interaksi dalam kehidupan manusia akan mempengaruhi pembentukan kepribadian manusia dalam prosesnya. Pengaruh yang muncul tersebut dapat menciptakan kombinasi yang beragam dalam hidup dan kehidupan, sebagai sebuah simbol internal dan eksternal dalam diri manusia dengan lingkungannya. Bahkan kehidupan yang mengacu dengan kebiasaan yang sering dikombinasikan dengan unsur yang terbentuk, akan membentuk pula budaya baru yang melekat di dalam kehidupan manusia sebagai insan yang selalu berinteraksi dengan alam sekitarnya.

            Seiring berjalannya waktu, kebiasaan muncul bersamaan dengan tingkah laku manusia yang sering dilakukan sehingga terbentuklah sebuah budaya. Kebudayaan inilah yang akhirnya membawa sifat tersendiri yang akan mempengaruhi manusia dalam perkembangannya. Bukan hanya itu, kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh nenek moyang terdahulu telah menjadi budaya tersendiri dalam melaksanakan kehidupannya. Dimana kebudayaan tersebut kerap sekali menjadi acuan sebagai kehidupan yang berkelanjutan.
            Sejak manusia mengenal Islam, kondisi masyarakat tentu belum sepadan dengan apa yang seharusnya diterapkan dalam budayanya. Manusia masih memiliki kecenderungan terhadap perilaku yang sebelumya terbentuk. Namun pada akhirnya mereka mengenal sejauh mana Islam haruslah diposisikan. Maka hingga saat ini ilmu pengetahuan dan peradaban akan terus memiliki kesinambungan terhadap kehidupan manusia dan segala hal yang mempengaruhinya. Termasuk adanya agama dan budaya yang akan terus berjalan beriringan dalam membentuk manusia yang berbudayakan agama.

Manusia Dan Proses Berbudaya
            Sebagaimana yang pernah diliput dalam tayangan televisi “Ummat”, pada tanggal 21 Januari 2015 sekitar pukul 12.30 WIB, banyak dipaparkan pengaruh kebudayaan yang terjadi dikalangan ummat muslim selalu mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Bahkan pembentukan tren mukena menjadi fenomena menarik yang saat ini memiliki keseragaman yang unik. Hingga pada  cara berbusana ummat muslim yang juga mengalami perkembangan.
            Dapat dilihat dalam era terdahulu ketika masyarakat belum mengenal Islam, mereka masih mengenakan kemben dan jarik sebagai penutup tubuh. Masyarakat hanya mengetahui adanya kebiasaan yang berkembang dari masaa ke massa dengan pola berpakaian mereka. Bahkan banyak masyarakat Jawa yang memakai pakaian dengan bagian tubuh yang masih terlihat. Perilaku ini tentu membawa alasan tertentu, termasuk kurangnya pengenalan dengan ilmu agama dan aturan Islam pada saat itu, sehingga cara mereka pun di terapkan sesuai dengan budaya yang mereka ketahui.
            Hal ini menjadi wacana bagi masyarakat dalam memaknai budaya sebagai pengakulturasian dengan unsur-unsur kehidupan yang lainnya. Karena sejalan dengan proses, budaya selalu mengalami perkembangan dan akan menjadi pengaruh besar terhadap pembentukan perilaku manusia. Banyak terjadi dikalangan pedesaan pada khususnya, bahwa masyarakat masih memiliki pola pikir yang dapat dikatakan tertinggal. Baik dari segi ilmu pengetahuan atau bahkan ilmu agamanya. Karena dengan pemahaman ilmu agama, akan mempengaruhi bagaimana manusia akan melaksanakan kehidupanya. Oleh karena itu, sifat pembelajar haruslah dimiliki oleh setiap manusia agar dapat membawa pembaaruan dengan teori kebenaran.
            Sebagaimana yang terjadi pada kehidupan manusia, agama merupakan perwujudan dari keyakinan manusia untuk tunduk dan patuh terhadap aturan yang tertera di dalamnya. Baik secara lisan maupun tertulis, Islam telah bayak memberikan fatwa-fatwa dan pelajaran kepada ummatnya untuk selalu taat kepada Allah Swt. Bersamaan dengan hal tersebut, seorang muslim juga diharuskan untuk tunduk dan patuh terhadap perintah Tuhannya. Yaitu dengan mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah, serta meneladani perilaku Rasulullah sebagai utusan-Nya.
            Bersamaan dengan datangnya Islam, tentu membawa pengaruh besar terhadap kebudayaan yang telah lama hidup di dalam kehidupan masyarakat hingga era sekarang. Di mana Islam merupakan sebuah keyakinan yang terus berhadapan dengan kebudayaan yang ada dalam kehidupan mereka. Sehingga problema pun muncul pula di dalam kehidupan masyarakat dalam prosesnya.
            Sebagaimana yang terjadi saat ini, kebudayaan telah menjadi wacana kehidupan tersendiri dalam kehidupannya. Setiap manusia mengakui adanya kebiasaan yang turun-temurun dari leluhurnya sebagai sebuah aturan yang semestinya dilestarikan. Masyarakat memposisikan diri sebagai pengemban amanah yang di sisi lain mereka ‘seolah’ berperan dalam menciptakan kehidupan yang abadi di dalam hidupnya budaya tersebut. Sehingga kebiasaan itu terus ada bersamaan dengan lahirnya generasi ke generasi.
            Sidi Gazalba sebagaimana dikutip oleh Khadziq, menyebutkan kelebihan manusia dari makhluk yang lain adalah bahwa manusia itu mempunyai jiwa, yang dari jiwa itulah manusia akhirnya berkebudayaan. Di sini kebudayaan dia artikan sebagai “tjara berfikir dan tjara merasa, yang menjatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan umat manusia jang membentuk kesatuan sosial, dalam suatu ruang dan suatu waktu”.
            Dalam hal ini, berarti manusia memang memiliki dasar jiwa yang telah menyatu dengan kebudayaan sebagai manusia berbudaya. Di mana kebudayaan itu terbentuk dengan adanya olahan jiwa yang muncul dalam kehidupan manusia bersamaan dengan proses yang terjadi dalam hidupnya. Manusia selalu berada dan akan terus berada dalam lingkup yang tidak dapat lepas dengan kebudayaan. Sehingga bersatunya jiwa dengan lingkungan sekitar yang akan membentuk sebuah kesatuan tentang pola hidup manusia.
            Jika dikaitkan dengan jiwa, maka manusia juga tak dapat lepas dengan keyakinannya sebagai manusia yang memiliki jiwa progresivisme. Sifat inilah yang akan mempengaruhi dalam menjalankan kehidupannya sebagai makhluk yang senantiasa belajar dari pengalaman hidupnya. Karena mereka selalu mengharapkan perubahan-perunahan besar dalam hidupnya. Maka keyakinan sebagai dasar hidup, pasti akan turut melandasi dalam membentuk ikatan yang kuat sebagai insan sosial. Maka fenomena inilah yang akan menjadi pemersatu antara agama dengan kebiasaan manusia.
            Berbicara tentang agama dan budaya, maka akan muncul “pengakulturasian” sebagai kombinasi dalam membentuk kedua unsur tersebut menjadi satu kesatuan yang khas. Di mana dalam hal ini apakah dapat disinergikan antara kebudayaan dengan agama yang memiliki aturan tersendiri dalam konteksnya?
            Menanggapi kedua unsur tersebut, Allah berpesan dalam firman-Nya “kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir; Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.” (Q.S. Al-Kahfi: 29).
            Memaknai firman Allah dalam ayat di atas, telah jelas bahwa Allah menurunkan suatu petunjuk hidup untuk manusia dalam menjalani kehidupannya agar selalu berada dalam jalur yang ditentukan penciptanya. Sehingga dengan-Nya-lah pula segala kebenaran telah dituangkan dengan firman dan tanda-tanda dalam kehidupan manusia melalui penciptaan alam semesta. Maka sebagai makhluk Allah yang dibekali akal dan pikiran, tentunya akan mengerti bagaimana seharusnya mengkondisikan aturan agama dengan kondisi yang terjadi di sekitarnya.
           
Agama yang Berbudaya
            Menengok kembali sejarah yang telah terjadi dalam kehidupan manusia, dimana peran tokoh muslim banyak mempengaruhi perkembangan agama Islam sehingga dapat hidup hingga massa sekarang. Bahkan di Indonesia, penganut agama Islam telah mendominasi di kalangan masyarakat dan tokoh-tokoh pemerintahan yang diakui sebagai keyakinan hidupnya. Mulai dari cara berpakaian, cara berpikir, gaya bahasa, serta kebudayaan telah diterapkan sebagai gaya hidup mereka. Keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan keagamaan juga ikut menjadi saksi terhadap keyakinan terhadap agamanya. Tentunya hal ini akan mendorong manusia dalam menerapkan keyakinan yang muncul dari hati serta pengaplikasian yang berwujud dengan perilaku sehari-hari.
            Melihat tingkah laku masyarakat dalam beragama dan menjalankan agamanya, tentu tak lepas pula dengan unsur jiwa yang mempengaruhinya. Agama yang banyak diaplikasikan pada saat ini masih mengarah kepada potensinya untuk tetap melaksanakan kebudayaan sebagai sebuah aturan yang perlu dilestarikan. Sehingga agama harus tercampur pula dengan unsur budaya yang senantiasa menjadi dasar dalam kehidupan manusia.
            Sebagai sebuah keyakinan yang berwujud agama dan berbagai bentuk aturan yang menyelimutinya, tentu hal ini akan menjadi topik yang menarik untuk diungkapkan bagaimana kesinambungan yang terjadi antara keduanya. Sehingga perlakuan apa yang semestinya diterapkan untuk menjalankan keduanya, tanpa perlu menjadikan kelemahan bagi unsur lainnya?
            Dalam upaya untuk menciptakan agama sebagai sebuah budaya, diperlukan adanya pengkolaborasian untuk dapat menciptakan misi dalam menegakkan Islam di atas budaya. Sehingga para tokoh Islam terdahulu melakukan berbagai aksi untuk mencoba masuk dalam kebudayaan masyarakat melalui kebudayaan-kebudayaan yang ada di dalamnya. Sehingga hingga sekarang ini masih ditemukan berbagai corak budaya yang membawa unsur Islam dalam praktiknya. Alhasil, kebudayaan itu masih tertanam walaupun terdapat berbagai sisi yang dirubah dalam perlakuannya. Namun hal inilah yang menjadi bukti bahwa agama secara fleksibel dapat masuk menembus kebudayaan masyarakat yang dahulu dikenal sebagai sebuah “keyakinan”. Hingga sekarang, kebudayaan tersebut terus berkembang bersamaan dengan berkembangnya teknologi dan informasi yang ada.
            Kembali pada persoalan antara aturan dan kebiasaan, maka seharusnya sebuah aturan dapat diterapkan menjadi sebuah pola hidup yang secara menyeluruh mampu menjadikan atura tersebut terbentuk menjadi sebuah kebiasaan atas kehendak-Nya. Karena jika keyakinan telah tertanam, tak menutup kemungkinan untuk pengaplikasian yang mengharapkan adanya pembaharuan yang seharusnya diterapkan. Sehingga kebudayaan yang sejak dulu ada, mampu dirubah bersamaan dengan pola pikir masyarakat yang semakin berkembang untuk menanggapi dan memahami kondisi agamanya saat ini.


Antara Siasat dan Aplikasi Beragama
            Melihat kondisi yang muncul dalam kehidupan masyarakat, ternyata terjadi kesimpangsiuran dalam menerapkan aturan agama. Karena realitanya, mereka masih hidup dengan kebudayaan yang membentuknya. Hal ini berkaitan pula dengan keadaan masyarakat yang masih sangat erat dengan kebiasaan yang dilakukannya. Mereka menganggap bahwa akan terjadi sesuatu yang huruk jika tradisi yang dibawa leluhurnya mereka tinggalkan begitu saja. Ketakutan inilah yang menjadikan manusia seolah ‘lari’ dari zona nyaman yang sebenarnya kepada kebiasaan yang entah terbukti salah atau bahkan taka da unsur kebenarannya sama sekali.
            Dari sinilah maka terjadi pembatas antara siasat dan aplikasi beragama. Dimana terjadi letak perbedaan perwujudan agama baik baik dari sisi esoteris (hakikat) dengan sisi eksoteris (perwujudan). Bahwa penerapan agama melalui budaya dapat dilakukan jika hal tersebut menyangkut dengan siasat dakwah yang membentuk masyarakat untuk berpikir terhadap kebenaran yang senyatanya. Sehingga dengan jalan tersebut, mereka secara perlahan mampu menerima agama secara luas melalui pendekatan budaya yang masih diyakininya.
            Namun dari sisi lain, tentu berkaitan pula dengan kiprah seorang muslim untuk melaksanakan aturan agamanya sesuai dengan apa yang diperintahkan di dalam Islam. Sehingga diharapkan dapat melaksanakan apa saja yang dicontohkan Rasulullah, dan menghindari apa saja yang tidak diperintahkannya.
            Maksud perintah disini mengacu pada pembahasan bahwa jalan terbaik yang dapat diambil adalah mencari jalan yang seharusnya dilakukan dan juga memahami apa yang seharusnya tidak dilakukan ummat muslim. Maka akan muncul sebuah arti bahwa kebudayaan yang telah kita ketahui makna dan asal-usulnya mampu dijadikan bahan untuk memilih dan memilah mana yang pantas dan mana yang tidak pantas untuk dilestarikan. Sehingga ilmu agama dan pengetahuan yang berkembang, setidaknya mampu mempengaruhi perkembangan pola pikir manusia kepada jalan terbaik yang seharusnya dilakukan.

Kartasura, 21 Januari 2016
~Semacam Essai yang dibuat spontan. Ceritanya buat seleksi kompetisi kampus. So, biarlah jika berantakan. Daripada dibuang percuma. Hehehe~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal