Sajak-Sajak (Usang) Mutia Senja

Nih, lagi-lagi menemukan syairku yang sempat tersemat di beranda Facebook :D 
Semoga menginspirasi ^^

Syair Jiwa Penerus Bangsa

Tempat ini kan jadi saksi
Perjalananku yang tak henti
Langkahkan kaki dipagi hari
Hingga siang kan kembali

Sapa salam kubisikkan
Agar selamat diperjalanan
Sampaikan sejuta angan
Lewat lisan aku sampaikan

Ini saatnya melangkah maju
Genggam niat perbanyak ilmu
Tanpa berbekal kata ragu
Keyakinan kan menyatu

Bimbing kami pahlawan bangsa
Dari bimbang yang terasa
Sampai kami benar bisa
Pecahkan soal hingga perkara

Biarkan cita penuh harap
Walau halangan sangatlah kerap
Namun langkah terus menderap
Sebelum abu berbentuk asap


*Syair Jiwa Muda
Kota Asri, 7 Mei 2014



Penghujung Penantian
  Kini aku di sini
Mendongeng dengan angin ruang hampa
Berceloteh pada bangku kosong dan dinding-dinding
retak
Di atas pembaringan yang tak terhuni lagi
Bertudung kelambu berhias jaring laba-laba

Kini aku di sini
Mempelajari sebuah penantian
Akan dimensi waktu yang terus bergerak maju
Namun tanpa daya aku mampu menghentikannya
Lalu menarikmu kembali bersama ku

Kawan...
Kau pernah bilang tentang tanggal, tentang bulan, dan tahun ini
Lalu berjanji untuk kembali jumpa
Di asrama tempat kita bernaung seusai mengusung ilmu
Dengan harapan berkalung sebuah kesuksesan
Diakhir kata perpisahan itu

Kawan...
Tak lama lagi aku di sini
Karena hanya bias air mata yang menemaniku
Didepan nisan tidurmu


Sragen, 20 April 2014



Tragedi Cipta Tuhan

Lalu lintas jadikan duka
Saat kemudi tak digenggaman
Remuklah bentuk si roda dua
Lempar raga peluk jalan
Sengat surya merajalela
Hingga keringat membalut tubuh
Benturan dahsyat lumpuhkan indera
Tak kuasa tuk mengeluh
Memang tragedi bagai mimpi
Tak mampu menebak kapan terjadi
Nan datang silih berganti
Walaupun nyawa jadi taruhan
Namun insan tak bisa melawan
Kehendak-kehendak Tuhan

Soneta_Sajak 14 seuntai
Sragen, 30 April 2014



Menyambut Pagi
 
Mataku kembali terbuka menyapa sejuknya alam raya
Semua merenung..
Membiarkan kokok ayam memimpin syukur untuk Tuhan kami
Hingga dedaunan kagum
Sehingga meneteslah embun sukma dari dalam dirinya
Sedang mega menghiasi langit dengan warna khas yang ia lukiskan indah di awang-awang
Puji syukur aku masih menapakkan kakiku esok ini
Menyaksikan kuasa Tuhan yang tak hentinya menyiratkan tetes benih kehidupan yang perlu dipelajari
'Makna sebuah kesempatan'

Senyum sapa ku torehkan pada bulan, yang seakan pamit dari tempat bertugasnya
'Sampaikan rinduku pada Tuhan' ku bisikkan dalam batin
Seolah bulan menjawab dan lenyaplah dia oleh awan putih yang mulai menutupi
Ku dengar kicau burung ikut memeriahkan kebahagiaan di setiap pagi
Loncat di ranting-ranting
pohon
Lalu berkicau dengan nada-nada unik bernyanyi seolah syukur yang begitu dalam

Tak kuasa aku melihat semua ini
Keindahan cipta Tuhan tak sempat ku pelajari
Padahal banyak diksi kehidupan yang tersembunyi..

Ya Tuhan
Biarkan mata terbuka sejenak dalam lingkup keagungan Mu
Melantunkan ayat-ayat suci Mu
Lalu peluklah aku
Bawalah aku ke tempat Mu bersama nabi ku
Bukankah di sana jauh lebih indah dari semesta alam ini ya Rabb ?

Tapi pantaskah aku?

Kota Asri, 29 April 2014
*goresan pena untuk Tuhan atas segala nikmat-Nya


Jangan Menangi Ayah
 
Rembulan lenyap dalam hujan
Terbawa kesedihan seorang insan
Bintang tak lagi kembang
Kerlap-kerlipny
a hilang
Ini bukan waktunya
Bendung air mata duka ayah
Lalu pandanglah aku
Tersenyum di lingkar bola mata ku

Hiraukan gemericik hujan
Tentang syair tangis yang ia bawakan
Lalu panggilah bulan, bintang, dan kunang-kunang
Agar kau tau indahnya kebersamaan

Ayah
Hapus asa dalam hatimu
Dan peluklah anak-anakmu
Hingga kau tau kami sangat merindukanmu

Kembalilah
Biar tipis kantong tak jadi masalah


Sragen, 22 April 2014


Labirin Waktu


Ketika labirin waktu mulai menipis. Ketika pundak tak sanggup lagi mengangkat beban. Ketika jarum jam terus dikejar bayangannya. Bahkan ketika mata mulai menciut dan pandangannya kabur. 
Sejak itulah, para insan mengabdikan dirinya lebih kepada Sang Pencipta. Hinggap dalam guliran waktu dan sayup-sayup keheningan yang begitu sunyi menyanyat dalam kalbu.
Guratan wajah melambangkan kepasrahan akan semangat yang mulai layu.
Tatapan senja telah terlukis di raut wajahnya.
Akankah tak lama lagi dia berpulang?

Sedang seorang pemuda duduk termenung di sampingnya. Terdiam, sedang batinnya penuh tanya.
Adakah persiapan dariku untuk menghadapi ajalmu? Sedang orang tua itu begitu yakin akan kematian yang akan menjemputnya. Padahal hanya Tuhan yang tahu kapan Dia akan memanggil kami. Tapi mengapa aku terlalu sibuk dengan duniaku? Akankah surga akan dihuni kalangan tua seperti mereka? Yang tak hentinya memanjatkan doa di setiap dhuha?

Sragen, 18 April 2014


Untuk (sebuah) Senja

5 jam yang lalu...
Untuk seorang seniman yang sekarang telah tiada.

Dia pergi saat pesan tak sempat terbalaskan
Dia pergi saat matahari mulai menampakkan diri
Dia pergi meninggalkan banyak hal tentang hidupnya
Ia selalu berimajinasi
Menuangkan inspirasi
Berekspresi
Dan menghasilkan karya seni

Satu hal yang pernah ia katakan, "Memilih apa yang kamu rasa bisa adalah sebuah pilihan yang tepat".
Pergilah...
Pergilah dengan tenang
Jangan pernah kembali lagi
Cukup tinggalkan karya indah dan kenangan hidupmu
Hadirmu memberikan banyak inspirasi dalam hidupku
Untuk hidup kembali ke jalan yang sebenarnya
Dan itulah hikmah dari semua ini.
Selamat tinggal !
Sampai jumpa kelak di surga. Insya Allah
Terima kasih untuk semuanya
Untuk waktu yang pernah terluangkan hingga detik ini
Aku akan selalu mengenangmu
... Selamat tinggal.
9 Maret 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal