3 Puisi dalam Anotologi "Perempuan yang Dipinang Malam"



Firman Tuhan yang Terlupakan
(Membaca Indonesia)

Kutemukan lempengan-lempengan duka
Yang bermuara di mata, bibir, serta tangan-tangan mungil
Mengisyaratkan takut yang terus menyelimut
Sejak lagu “Balonku” menjadi nyanyian paling menakutkan
Ketika letusnya menjelma jerit sakit dan lara para balita
Di sinilah mataku menyaksi gemuruh keluh
Hanya tergambar sungai kecil nan keruh
Yang tak hentinya mengalirkan peluh
 
Masih saja kudengar rintih
Yang bersembunyi dibalik ronta batin
Seakan nafas tak tertahankan lagi
Menahan dada yang kian terlukai
Sedang moksa memaksanya berkiblat pada birahi
O, jiwa macam apa lagi yang kutemui?
Butakah seluruh indera pada firman-firman Illahi?
Pantasnya, negeriku tak semengerikan ini

Sragen, 2016

Sepasang Ilustrasi

Betapa cantik kulihat
Kala rupa menjelma irama
Yang berilustrasi menjadi puisi
Anggun, serupa sepasang burung
Hendak menghuni sangkar
Pada rimbun pepohonan

Senada Awan-Endah
Memangku bahasa dalam lentera kata
Menjadikannya manis, serupa warna
Yang hinggap pada kanvas di sanggarnya

Senada cinta ()
Yang meramu kata di dapur sastra
Sambil gerak-geriknya terbingkai
Menjelma puisi warna-warni
Kala kanvas () yang menari
Mengisi hari agar abadi

Sragen, 2016

Sup pun Merindu

Hari ini telah kuhidangkan semangkuk sup istimewa
Tanpa kaldu instan, cukup racikan bumbu seadanya
Bukan juga dengan potongan paha ayam
atau daging sapi yang hanya kudapat saat Qurban
Hanya sup sederhana, Sayang!

Bulir-bulir bumbu
Mencoba merasuki irisan-irisan ampas
Agar terasa nikmat saat kau kunyah
Bersama kuah yang mengaliri lidah
Ah, hilanglah semua gundah!

Tapi
Masih saja tak kutemu
Serasa asin di mulutku
Sebab sup pun merindu
Perihal garam di kampung halamanmu

Sragen, 2016

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal