Secuil Puisi dalam Menanam Kenangan
Puisi Bebuku dan Aku
Di kota ini, hujan turun serupa lagu lama yang diputar ulang pada radio
berkarat warisan nenekmu: mampu menghidupkan kenangan dan begitu
mengganggu.
Masihkah kau mengingat perihal bagaimana untuk pertama
kalinya kita saling bertukar nama dan saling menghadiahi cerita? Ya,
pada halte yang tiangnya telah mengeriput disayat mata pisau waktu, kau
menjelma senyum dibibirku. Sambil sesekali menengok ke arah langit:
menunggu hujan reda. Masihkah kau ingat saat kubisikkan perihal janji
pada sang ratu yang akan menghuni rumahku? Hingga tak habis waktu
untukku, merajut puing- puing kekata yang kini menjadi atap rumah kita.
Sungguh, sejak bunyi radio tua itu tak lagi bergemuruh, adamu adalah
obat sepi paling ampuh.
Komentar
Posting Komentar