Membangun Istana Anak Kita
Sebuah
fenomena yang menyesakkan ketika mendapati anak remaja bertingkah “liar”.
Mereka seolah tidak mempunyai tempat terdekat (keluarga) untuk berbagi cerita,
mengungkapkan keinginannya, atau hanya sekedar mengekspresikan diri. Justru
banyak anak terpelajar yang turut terjerumus dalam pergaulan bebas. Tingkah
laku yang kerap kita jumpai di lingkungan sekitar menunjukkan betapa
“bobrok”-nya moral anak bangsa.
Sebagai
orangtua tentu berusaha menjaga buah hatinya agar tidak ambil bagian dalam
fenomena tersebut. Naudzubillah min dzalik! Bagaimana mungkin kita
bersikap acuh tak acuh sedangkan anak kita sedang dirundung ancaman atas
lingkungan? Sebab orangtualah yang paling berperan dalam membentuk benteng
dalam diri anak. Terlebih daripada itu, mereka membutuhkan “imunisasi jiwa”
dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan.
Rasulullah
Saw pernah bersabda, “Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian
bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin,
seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah
suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan
diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya. Maka sudah sepantasnya
apabila setiap orangtua bertanggung jawab mendidik anaknya kepada mengenal
Allah. Yaitu dengan membiasakan melaksanakan ajaran Islam sebagaimana
Rasulullah mendidik anak-anaknya.
Prof.
Dr. Rohmat juga pernah berpesan disela-sela perkuliahan, perihal pesantren yang
hidup dimanapun dan kapanpun. Pesantren disimbolkan sebagai bangunan yang
dihidupkan dalam jiwa anak agar mereka selalu memiliki asupan ruhani.
Diceritakan pula ketika seorang anak harus menuntut ilmu di negeri yang jauh,
mereka haruslah diikat dengan aturan dan persyaratan. Mereka dituntut untuk
menyampaikan hafalan Qur’an setiap ba’da Magrib, misalnya. Hal ini
sebagai wujud tanggung jawab orangtua atas diri anak. Dengan begitu, pesantren
ini akan hidup menjadi wadah bagi terselenggaranya kehidupan yang bernuansa
islami layaknya pesantren.
Terlebih lagi ketika
anak masih kecil dan berada dalam satu rumah. Sebagaimana Fauzil Adhim
mengatakan, pengaruh kuat yang membekas pada kepribadian adalah masa kecil. Dan
cerita anak termasuk film yang mereka lihat sangat menentukan kekuatan jiwa.
Anak yang sudah kukuh jiwanya ketika memasuki masa remaja, insya Allah mereka
tidak mudah terpengaruh apalagi terguncang oleh hal-hal baru yang ada di
sekelilingnya. Maka dapat dikatakan bahwa dari sinilah karakter anak akan
terbentuk. Hatinya tidak akan terlepas dari kecintaannya terhadap Rabb-nya.
Begitu pula orangtua sebagai istana tempatnya mencurahkan segala rasa.
Begitu
indahnya jika setiap manusia mampu menanamkan karakter Islami. Baik dalam
dirinya sendiri maupun menularkannya kepada orang lain. Setidaknya, berusaha
menanamkan pendidikan yang baik pada anak akan membantu memperbaiki moral anak
bangsa. Sebab penanaman nilai positif itulah yang akhirnya akan membentuk
istana-istana pada setiap ruang jiwa. Dalam An-Nisa’ ayat 9 dikatakan, “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Komentar
Posting Komentar