Membangun Istana Anak Kita



*Republika Islam Digest: Pembaca Menulis

Ilustrasi gambar: dakwatuna.com

            Sebuah fenomena yang menyesakkan ketika mendapati anak remaja bertingkah “liar”. Mereka seolah tidak mempunyai tempat terdekat (keluarga) untuk berbagi cerita, mengungkapkan keinginannya, atau hanya sekedar mengekspresikan diri. Justru banyak anak terpelajar yang turut terjerumus dalam pergaulan bebas. Tingkah laku yang kerap kita jumpai di lingkungan sekitar menunjukkan betapa “bobrok”-nya moral anak bangsa.

            Sebagai orangtua tentu berusaha menjaga buah hatinya agar tidak ambil bagian dalam fenomena tersebut. Naudzubillah min dzalik! Bagaimana mungkin kita bersikap acuh tak acuh sedangkan anak kita sedang dirundung ancaman atas lingkungan? Sebab orangtualah yang paling berperan dalam membentuk benteng dalam diri anak. Terlebih daripada itu, mereka membutuhkan “imunisasi jiwa” dalam menghadapi setiap tantangan kehidupan.
            Rasulullah Saw pernah bersabda, “Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya. Maka sudah sepantasnya apabila setiap orangtua bertanggung jawab mendidik anaknya kepada mengenal Allah. Yaitu dengan membiasakan melaksanakan ajaran Islam sebagaimana Rasulullah mendidik anak-anaknya.
            Prof. Dr. Rohmat juga pernah berpesan disela-sela perkuliahan, perihal pesantren yang hidup dimanapun dan kapanpun. Pesantren disimbolkan sebagai bangunan yang dihidupkan dalam jiwa anak agar mereka selalu memiliki asupan ruhani. Diceritakan pula ketika seorang anak harus menuntut ilmu di negeri yang jauh, mereka haruslah diikat dengan aturan dan persyaratan. Mereka dituntut untuk menyampaikan hafalan Qur’an setiap ba’da Magrib, misalnya. Hal ini sebagai wujud tanggung jawab orangtua atas diri anak. Dengan begitu, pesantren ini akan hidup menjadi wadah bagi terselenggaranya kehidupan yang bernuansa islami layaknya pesantren.
           
Terlebih lagi ketika anak masih kecil dan berada dalam satu rumah. Sebagaimana Fauzil Adhim mengatakan, pengaruh kuat yang membekas pada kepribadian adalah masa kecil. Dan cerita anak termasuk film yang mereka lihat sangat menentukan kekuatan jiwa. Anak yang sudah kukuh jiwanya ketika memasuki masa remaja, insya Allah mereka tidak mudah terpengaruh apalagi terguncang oleh hal-hal baru yang ada di sekelilingnya. Maka dapat dikatakan bahwa dari sinilah karakter anak akan terbentuk. Hatinya tidak akan terlepas dari kecintaannya terhadap Rabb-nya. Begitu pula orangtua sebagai istana tempatnya mencurahkan segala rasa.
            Begitu indahnya jika setiap manusia mampu menanamkan karakter Islami. Baik dalam dirinya sendiri maupun menularkannya kepada orang lain. Setidaknya, berusaha menanamkan pendidikan yang baik pada anak akan membantu memperbaiki moral anak bangsa. Sebab penanaman nilai positif itulah yang akhirnya akan membentuk istana-istana pada setiap ruang jiwa. Dalam An-Nisa’ ayat 9 dikatakan, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal