Sepulang Pertemuan dengan Puisi



Perahu Berlayar di Matamu*

Perihal persamaan itu, apakah kau ingat, Fe?
Gugusan kata yang kau kirimkan bersama gema takbir
Saat kita saling melepas rindu di kampung halaman masing-masing
Lalu kau pun bercerita tentang segala keadaan desamu
yang masih terasa asing bagiku

Aku ingin membaca puisi sambil bermain air di tepian pantai-mu
merayakan kemenangan atas kehendak Kekasih
padaku—untukmu, padamu—untukku
Sembari menanti senja dengan semburat merah di punggungnya
Serta lambaian daun-daun kelapa yang bersahaja

Ah, betapa mengasyikannya hari kita

Fe, aku memahami bagaimana puisi ini harus ku ejawantah-kan sendiri
Seperti saat menafsirkan puisimu yang sempat terselip di kantung nafasku
Begitu sulit kumengerti hingga membuatmu kembali menuliskan puisi; lagi dan lagi
Hingga kesekian kali, kebisuanmu adalah perihal yang paling ku pahami

Fe, barangkali kau sedang membuatkan perahu untuk kita berlayar bersama
Aku mengetahuinya dari puisimu yang berkali-kali kubaca
Mereka selalu merayu ini jiwa
Seolah menjadi keharusan agar menemuimu di sebalik diksinya
Mempersunting setiap kalimat dengan kerinduan yang begitu fasih kau ciptakan

Aku mengerti, Fe
bagaimana menghadapi ingin yang terlanjur berdarah ini
sebab dalam puisimu; tersemat rasa untukku mendamba Kekasih yang lain
sebelum kunikmati seduhan aksaramu yang kesekian kali
kumaknai cinta ini sebagai perihal cinta Kekasihku
untukku-untukmu


Mutia Senja
Dalam ingatan 2016
Sukowati, 2017

___________________
Note:
*(demi judul yang serupa)
  Beberapa jam setelah ditulisnya puisi di suatu kota.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal