Di Atas Panggung Diksi Aku Masih Berdiri




Ternyata, lama sudah aku tidak menulis lagi. 
Kali ini ingin sekali rasanya mengisi kembali beranda ini dengan aksara-aksara yang tak hentinya Kau baca. Ya, perihal hidup dan kehidupanku yang Engkau naungi dengan penuh cinta. Terima kasih, Tuhan. 

Kebetulan aku masih menatap puluhan diksi, dimalam yang dirundung hujan juga rindu yang menggebu. Sebab aku merasa kesepian ditinggal (lagi) oleh adikku yang harus melanjutkan studinya di Yogyakarta. Sedangkan kabarnya, ia baru sampai di kos dengan gerimis yang sempat membuatnya melebarkan payung dengan tanpa kawan bicara. Lalu tak lama kemudian, ia mengirim pesan padaku untuk segera menyusulnya di kota istimewa itu. Betapa aku tak "mampus di koyak-koyak rindu". Sungguh keterlaluan, adikku.

Kali ini aku lebih memilih menuliskan panah waktu yang sempat menembus jantungku hingga ia memompa darah lebih cepat dari biasanya. Tuhan membiarkanku berjalan dengan melepas tangan untuk mencari tahu bagaimana kekuatan hambanya ini mampu menerjang segala sulit yang hinggap di hadapan. Bersama malam yang masih saja mengeluarkan aroma pethricor di beranda rumah ibu, aku masih saja ditemu dengan perasaan-perasaan haru. Entah mengapa kebingungan seolah datang tanpa diundang. Lalu tiba-tiba saja beban di kepala lepas-kembali hingga jemari susah memilih antara lukis atau menulis. Keduanya serasa mengambil alih perhatian ketika kegelisahan hendak singgah menuju rumah. Rumah abadi bagi diri. Hati. Semoga Tuhan meridhoi. 

Begini saja, aku akan bercerita bagaimana ketika bangun tidur tiba-tiba mataku terbelalak sebab harus menjalankan tugas berbagi cerita bersama siang yang "malang". Sebab kata seorang teman, selalu saja fajar, senja, juga malam yang jadi bahan pembicaraan. Jadi, maafkan bagi si siang yang selalu tak mendapat keistimewaan bagi sebagian orang. Ya, kali ini kegiatannya memang menyenangkan. Tapi tidak jika tanpa persiapan. 

Keesokan hari, tanggal 24 Desember 2017. Aku harus bersiap sharing dengan adik-adik untuk usaha mengkualitaskan sumber daya manusia. Semacam tadabur alam yang dibalut dengan nuansa penuh cinta. Sebab, di sini kami bukan hanya bermain layaknya liburan tanpa peribadahan. Namun juga berbagi ilmu untuk mengkover adik-adik agar tetap terjaga keislamannya. Ya, siapa lagi yang akan mengingatkan mereka jika bukan kita, sesama manusia beragama? 

Nah, percakapan sampailah kepada seorang Abdullah bin Ubay yang berperangi buruk, meskipun dirinya telah sah masuk Islam. Hingga ia dijuluki seorang munafik, karena telah menggerogoti akidah orang-orang muslim dari dalam golongannya. Sehingga Allah melaknat dirinya, serta banyak orang-orang yang membencinya. Padahal, tak di sangka seorang yang jahat ini memiliki anak bernama Abdullah yang justru memiliki sifat dan karakter yang berbudi luhur. Abdullah bin Abdullah bin Ubay yang juga membenci ayahnya karena telah memfitnah Aisyah istri Rasulullah dengan tuduhan zina. Namun ketika kematian sang ayah, Abdullah sebagai seorang anak yang shaleh masih memiliki rasa cinta kepada ayahnya dan meminta Rasulullah untuk ikut mensholati jenazahnya. Sebelum pada akhirnya turun ayat mengenai larangan mensholati orang kafir maupun munafik. 

Bukan hanya itu, kisah teladan Rasulullah ketika baiat aqobah dua di Bukit Mina juga sempat menjadi perbincangan. Ketika itu Allah ingin menunjukkan kepada Rasul utusannya bahwa kaumnya yang berjumlah 73 laki-laki dan 23 perempuan hendak ambil janji setianya. Kemudian, datanglah sambil berseru seorang kafir dari atas bukit. Ternyata ia mendengar perbincangan Rasulullah dengan kaumnya. Sehingga ia mengolok-olok kaum muslim termasuk Rasulullah hingga sempat memancing emosi dari masing-masing kaum muslimin. Namun ketika hendak meminta Rasulullah dengan megatakan "Wahai Rasulullah, jika engkau memintaku untuk membunuh orang itu (yang mengolok-olok) maka akan aku bunuh ia sekarang juga." Nah, betapa kesetiaan umatnya dalam melindungi kekasih Allah saat sebelum ditetapkan perjanjian itu ketika di Madinah. Sehingga terbuktikah sudah bahwa mereka benar-benar berjuang lmati-matian demi Rasulullah sebagaimana yang dikatakan Rasul; "Jagalah aku sebagaimana kalian menjaga istri dan anak-anakmu."

Sungguh, cerita pada zaman sahabat Rasulullah selalu asyik untuk diperbincangkan. Apalagi ditempat yang sejuk samping sungai yang mengalir jernih airnya serta dingin dirasa, sangat membuatku bersyukur tak terhingga. Lalu sampailah kepada kisah Abu Qilabah yang tak bosan-bosannya selalu dibahas sebab ketabahannya hampir mencapai kesabaran dan ketabahan hati Nabi Ayub a.s. Ada pula ketika Abu Bakar dan Nabi Muhammad bersembunyi di dalam gua demi menghindari kejaran kaum kafir. Abu Bakar dengan kecintaannya terhadap utusan Allah ini, hingga ia rela mengorbankan dirinya demi melindungi Rasulullah. 
Ya, tiga lubang dalam gua berhasil ia tutup dengan dua kakinya. Sedangkan satu lubang ia tutup dengan bajunya yang ia sobek untuk menutupi lubang. Sebab dikhawatirkan akan muncul binatang buas dari dalam lubang dan menyerang Rasulullah. Ketika Rasul tertidur dipangkuan Abu Bakar, ternyata benar, seekor ular mematuk salah satu kakinya hingga ia meraa kesakitan. Namun karena takut menggerakkan kakinya dan membuat Rasul terbangun, akhirnya Abu Bakar menahan perih dan meneteskan air mata karena kesakitan menahan luka. Saat itu, air mata Abu Bakar jatuh mengenai pipi dari Rasulullah hingga terbangun. Hingga akhirnya Rasul pun mengobati sahabatnya itu dan melanjutkan perjalanan. Lagi, ketika Abu Bakar ditanya perihal mengapa ia tak mengenakan baju demi melindungi dirinya maka Rasulullah pun berdoa kepada Allah agar Abu Bakar diberikan derajat yang sama dengan dirinya. Inilah suatu Ukhuwah Islamiyah yang dilandasi dengan keimanan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 10. Tentang menyatukan dua kaum/orang yang sedang berselisih untuk kembali disatukan.

Sampailah pula kepada kisah sahabat Anshor yang diutus Nabi Muhammad untuk memberi makan tamunya dan memuliakan tamu tersebut. Hingga ketika ia tak memiliki cukup makanan, dengan cahaya lampu yang padam mereka jamu tamunya dengan ikhlas. Serta menyuruh anak-anaknya untuk ditidurkan oleh istrinya agar tidak merasakan lapar malam itu. Sambil berpur-pura makan ditempat yang gelap, akhirnya si tamu menikmati hidangannya hingga kenyang dan diterangilah ruang itu kembali sembari mengantar si tamu untuk pulang dengan keadaan kenyang. Sungguh luar biasa teladan yang dapat diambil hikmah dari beragam kisah para nabi dan rasul. 

Sudah, cukup. Meskipun ada lagi sosok Umar dengan pemuda lusuh yang datang dari pedalaman belum sempat aku kisahkan. Baiklah, kapan-kapan. Yang penting kali ini saya berhasil mengisi blog ini lagi. Dan menunda tugas yang hampir-hampir mendekati deadline. Selamat berjuang. 
Tuhanku, juga Tuhanmu semoga senantiasa membersamai kita. Aamiin. 

Dengan (masih) menyebut asma Yang Maha Cinta.
Aku, dengan segala warna hanya mampu mengucap syukur yang tiada tara. Sebab kata-kata ini begitu nikmat mengalir begitu saja. 
(Selamat ganti hari). Semoga menginspirasi.



Sragen, 27 Desember 2017
Pukul 00:24 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal