FEATURE; Gagal Sebagai Wisudawan, Lahir Menjadi Seniman
TERSENYUM:
Febri Dwi
Permana Putri (22), foto bersama rekan-rekan Komunitas Sukowati Obah di Universitas
Sebelas Maret Surakarta, seusai menari dalam rangka Genius in UNS, Desember
2017.
Tetap
berkesenian menjadi fondasi hidup Febri (22) sebagai seorang pelayan toko Restu.
Di samping kesibukannya bekerja, pemilik nama lengkap Febri Dwi Permana Putri
rela meluangkan waktu untuk melatih anak didiknya menari. Gadis yang lahir di Teguhan,
Plumbungan, Sragen, pernah memiliki keinginan untuk kuliah di jurusan seni tari
menjelang lulus dari SMK Negeri 1 Sragen semenjak 2014 lalu. Namun, harapannya
tidak terealisasi, karena kurangnya dukungan dari orang tua.
Saat ditemui untuk wawancara di warung hik Bang Alay, Minggu
(26/8), wajah riang dan senyum manis menjadi ciri khas Febri meskipun rasa
lelah selalu menjadi teman akrabnya menghadapi aktivitas sehari-hari. Baginya,
menghadapi persoalan dengan senyum dan syukur mampu memberikan energi untuk
tetap semangat menghadapi setiap aktivitas. "Saya kadang kecewa setiap
kali ingat planning-ku dulu. Tapi saya rasa semua ada hikmahnya.
Alhamdulillah, tidak menyangka Sukowati Obah bisa melangkah sejauh ini,"
tutur Febri.
Pendiri Komunitas Tari "Sukowati Obah" ini pernah
diterima di jurusan Seni Tari Institut Seni Indonesdia (ISI) Surakarta tahun
2015. Lalu pada tahun 2016, dia mendapatkan kesempatan pula untuk menimba ilmu
di jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Semarang (UNNES) melalui
jalur mandiri. Namun keduanya terpaksa pupus, karena orangtua Febri tidak
memberikan restu jika dirinya mengambil prodi seni. "Percuma kamu kuliah
di jurusan seni, mau jadi apa? Apa hidupmu mau nari terus, nggambar
terus?," imbuhnya ketika menceritakan alasan bapaknya tidak mendukung dia
berkuliah sesuai dengan keinginannya.
Sebanding
dengan namanya, gadis berambut panjang yang lahir pada bulan Februari ini tidak
mudah patah arang. Di balik kegagalaannnya menempuh pendidikan, dia tetap
mencari cara agar tetap produktif berkarya. “Setiap hari Senin sampai Sabtu,
saya bekerja. Sedangkan hari Minggu menjadi waktu khusus untuk berkiprah di
Sukowati Obah,” kata Febri ketika menjelaskan tentang kesibukannya hingga
berhasil mendirikan komunitas tari.
Berkesenian
“Bagi saya, dunia seni adalah napas,”
ucap Febri. Anak sulung dari pasangan suami istri yang berprofesi sebagai
pedagang ini juga menekuni aktivitas melukis. Di Sragen, Febri juga ikut serta
dalam Komunitas Sukowati Draw. Yaitu komunitas yang didominasi oleh mahasiswa
ISI Surakarta jurusan Seni Rupa. Bahkan untuk sekadar mengetahui bagaimana
menggoreskan pencil di atas kertas gambar, memilih cat yang berkualitas, atau
menyelesaikan lukisan dalam hitungan menit, seringkali dia menghabiskan waktu ngobrol
dengan teman-teman Sukowati Draw.
“Kalau
malam tidak ada kerjaan atau membantu orang tua menyiapkan dagangan pasar, saya
senang mengisi waktu dengan melukis. Walaupun masih pemula banget dan karya saya
memang masih alakadarnya,” kata Febri sambil tertawa. Kebiasaan melukis bagi
Febri, hanya untuk melepas penat. Dari hasil karya lukisnya, gadis berbulu mata
lentik ini memilih untuk menikmati hasil karyanya sebagai hiasan dinding
kamarnya sendiri.
Alasan
Febri menekuni seni, menurut dia, berawal dari kekagumannya setelah mengenal
dunia seni. Menari, melukis, dan kegiatan berkesenian lainnya seolah mampu
mengekspresikan diri dan menjelma sebuah karya bernilai tinggi. Olah ekspresi
yang bisa dilakukan Febri adalah tetap memanfaatkan peluang untuk menekuni tari.
Teman karibnya selama menari, Lessanta Laras Bening, mengakui jika Febri
merupakan sosok yang tidak mudah menyerah dan memiliki daya ingin tahu tinggi
dalam bidang seni.
Meskipun memiliki beragam kendala untuk mewujudkan
keinginannya, Febri tetap mampu meraih prestasi yang membanggakan. Bersama
dengan Komunitas Sukowati Obah, gadis berlesung pipi ini sering mendapatkan
undangan untuk menari di berbagai event-event besar Kabupaten Sragen. Diantaranya;
Opening Sragen University Expo, Dies Natalis SMPN 1 Sragen, Genius in UNS
Komunitas Mahasiswa Sragen (KMS) Soloraya memperingati Hari Anak Sedundia,
Kirab Budaya Sragen Asri, Festival Budaya Sragen Carnival, hingga menjadi
pendiri Sukowati Obah.
Febri
mengatakan, “saya pikir, ini jalan Tuhan yang Dia tunjukkan dengan cara
berbeda. Alhamdulillah, dulu saya tidak lama-lama menggalau. Meskipun kecewa
itu masih ada, tapi ini sudah jalan terbaik yang ditunjukkan Tuhan.
Bagaimanapun, saya harus menerimanya. Walaupun dengan proses yang tidak lama
tentunya.” (Muthi’ah)
Catatan:
Tulisan ini merupakan hasil latihan saya dalam menulis feature yang sempat dibimbing oleh Bapak Dhoni. Maka berkenaan dengan data Febri, memang ada beberapa yang saya tulis sekenanya. Tapi esensi berita tetap sama dan realistis. Atas segala kesalahan, saya mohon maaf. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar