Jangan Percaya



260619. Saya sedang jenuh. Bosan. Dan ingin menulis dan menuliskannya hanya di ruang sunyi yang dapat dibaca banyak orang. Lucu memang, ingin sembunyi, tapi malah mempertontonkan diri. Tapi begitulah manusia. Kadang dipenuhi gemerlap dunia, kadang ingin benar-benar menjadi manusia sederhana dan tidak menanggung banyak mimpi dan harapan. 
Saya ingin menulis. Bukan di gawai. Saya membuka laptop, membuka lembar yang di sini saya bisa mengetikkan apa saja. Walaupun segala rahasia tidak akan terbaca. 

Saya ingat sekitar satu jam tadi, saya diam. Selesai sholat dan tiba-tiba ketiduran di tempat kerja. Tidak ada maksud tidur siang, sebab masih memakai mukena. Di sana saya berdoa, saya meminta untuk pulang. Ya, saya rindu pulang. Barangkali kembali memang jalan terbaik. Tapi saya meminta satu hal yaitu untuk mati dengan bahagia. Khusnul khotimah, saya bilang. Tanpa malu saya teriakkan kalimat itu dalam batin. Hingga saya tidak sadarkan diri. Saya kehilangan cara menghadapi kehidupan saat mata saya terbuka. Tapi sungguh, ini bukan fiksi. 

Siang seperti di ambang kekhawatiran. Khawatir yang tidak takut apa-apa. Saya merasa ragu-ragu yang sama sekali tidak ada satu hal pun yang perlu diragukan. Dunia seperti ruang sempit untuk bicara. Tapi saya memiliki dua dunia sekaligus yang tinggal dan berotasi di dalam jiwa. Saya bisa menjadi sangat bodoh, dan kadang saya akui, kadang saya merasa pintar melakukan berbagai hal. Lalu saya kembali bertanya meskipun saya tahu jawabannya. Saya menulis meskipun tahu bahwa tidak semua orang memahaminya. Saya terus melakukan apa yang ingin saya lakukan dan tidak peduli apapun dan siapapun. Tapi hati saya mengatakan kepedulian yang mendalam.

Saya tidak ada masalah dengan pekerjaan, rutinitas, karya, pertemanan, atau apapun. Kecuali saya mempermasalahkannya. Tapi tidak, kecuali jika kepala saya berharap pecah karena semuanya. Seperti kesibukan orang-orang. Mereka akan banyak mengatakan bahwa sedikit waktu untuk dapat melakukan hal lain. Seperti orang-orang mengatakan saya sangat sibuk. Tapi sungguh, kesibukan tak lain adalah bagaimana kita bisa memprioritaskan mana yang lebih penting untuk dijalani. Dan saya tahu harus bagaimana dengan solusi yang juga saya mengerti harus melakukan apa. Tapi berat bagi saya sebab diri saya mengatakan banyak hal dan kecenderungan. Jika begitu, saya akan meninggalkan apa saja untuk memilih diam dan sendirian. Mengapa hidup dengan orang-orang kadang membuat saya ingin pulang saja. Pulang yang masih dengan harapan bahagia. Dasar tidak tahu malu!

Saya bertemu orang-orang yang membosankan akhir-akhir ini. Biasanya saya akan menyalahkan diri saya tentang perilaku yang tidak sepantasnya saya lakukan termasuk berkaitan dengan mimik wajah. Lalu saya menyesal mengapa tidak memperlakukan orang lain dengan baik. Meskipun kadang orang-orang itulah yang membuat saya bersikap kurang sopan. Apakah salah membuat sendiri kehidupan dengan berencana untuk memeluk kesendirian. Sebab sendiri akan memperkecil keniscayaan untuk menyakiti perasaan orang lain.
Tidak pantas menuliskan ini di sini. Sungguh tidak ada faedahnya sama sekali. Tapi saya rasa, memang inilah yang saya punya. Tulisan yang bukan demi apa-apa dan bukan untuk apa-apa. Saya hanya merasakan apa yang saya rasakan dan tiba-tiba saya teringat pekerjaan yang harus saya selesaikan. Tapi ingat, saya bukan robot yang akan menyelesaikan apa saja dengan cepat dan sempurna. Jadi, menghibur diri dengan menulis ulang catatan sambil berencana liburan adalah pilihan yang tepat. Selamat berbahagia untuk siapapun yang membacanya.




Salam.
Mutia Senja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Materi Muhasabah

Contoh Teks Master of Ceremony Acara Formal